JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN tetap siaga sebagai instrumen yang responsif dan fleksibel untuk merespon perkembangan kasus harian COVID-19 yang meningkat di akhir Juni 2021.
"APBN tetap fleksibel dan memberikan dukungan penuh dalam banyak hal. Ini bukan terkait persoalan ketersediaan anggaran tetapi kecepatan untuk pelaksanaan karena dihadapkan pada keinginan untuk membuat tata kelola yang makin baik dan juga makin tepat untuk dari sisi target," ujarnya dalam konferensin pers secara daring, Jumat, 2 Juli.
Menurut Menkeu, pembatasan aktivitas yang lebih ketat melalui PPKM Darurat dilakukan untuk mencegah penularan dan membuat tambahan kasus harian kembali menurun.
"Pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan kebijakan PPKM Darurat akan mempengaruhi aktivitas ekonomi dan berpotensi memberikan tekanan bagi masyarakat miskin dan rentan serta dunia usaha (UMKM). Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah antisipasi yang cepat, tepat, dan terukur," tuturnya.
Guna Mendukung PPKM Darurat, kata Menkeu, kesiapsiagaan APBN sebagai instrumen kebijakan yang responsif dan fleksibel sangat dibutuhkan untuk penguatan sektor kesehatan dan program. Hal tersebut dirinci dalam sembilan kebijakan strategis berikut ini.
1. Tambahan anggaran Kesehatan sekitar Rp13,01 triliun (dari Rp172,84 triliun menjadi Rp185,85 triliun), antara lain untuk mempercepat pembayaran klaim perawatan pasien, insentif nakes, dan vaksinasi, serta penanganan kesehatan lainnya di daerah.
2. Percepatan pencairan PKH Triwulan III pada awal Juli 2021, bagi 9,9 juta Keluarga Penerima Manfaat/KPM dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp7,1 triliun.
3. Pemenuhan target awal 18,8 juta KPM dan percepatan pencairan Kartu Sembako pada awal Juli 2021, dengan indeks bantuan Rp200.000 perbulan.
4. Perpanjangan Bansos Tunai (BST) selama 2 bulan, yaitu Juli – Agustus 2021, yang disalurkan 1 (satu) kali pada bulan Juli, dibutuhkan tambahan anggaran Rp6,1 triliun, diberikan kepada 10 juta KPM non-Program Sembako dan Non PKH, dengan indeks bantuan Rp300.000 perbulan.
5. Perpanjangan diskon listrik 50 persen bagi pelanggan 450VA dan 25 persen bagi pelanggan 900VA Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari bulan Juli s.d. September 2021, diberikan kepada 32,6 juta pelanggan, dan dibutuhkan tambahan anggaran Rp1,91 triliun.
6. Perpanjangan Bantuan Rekening Minimum, Biaya Beban/Abonemen selama 3 bulan yaitu Juli – September 2021, diberikan diskon 50 persen bagi 1,14 juta pelanggan bisnis, industri, dan sosial, dan dibutuhkan tambahan anggaran Rp0,42 triliun atau Rp420 miliar.
7. Relaksasi persyaratan targeting dan relaksasi penyaluran BLT Desa, antara lain dengan memperluas kriteria penerima BLT Desa melalui pemberian keleluasan kepada Musyawarah Desa untuk menambah KPM supaya lebih banyak penduduk miskin yang menerima BLT, serta dapat disalurkan triwulanan dan dapat dirapel untuk desa yang mengalami kesulitan geografis. BLT Desa telah dialokasikan Rp28,8 triliun telah diberikan kepada 5,02 juta KPM dengan besaran Rp300.000 perbulan.
8. Penambahan target Bantuan bagi Pelaku Usaha Mikro (BPUM) untuk 3 juta penerima baru (Juli-September) dari sebelumnya 9,8 juta penerima, dengan indeks bantuan Rp1,2 juta, dibutuhkan tambahan anggaran Rp3,6 triliun.
9. Penambahan sekitar 2,8 juta peserta baru Kartu Prakerja, dengan indeks manfaat pelatihan Rp1 juta, insentif pelatihan Rp600.000 perbulan selama 4 bulan, dan insentif survei Rp150.000, dibutuhkan anggaran Rp10 triliun.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, semua kebijakan ini dilaksanakan tetap dalam kerangka implementasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan anggaran dalam APBN 2021 sebesar Rp699,43 triliun.
"Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat perlu bekerja keras bersama-sama agar penanganan COVID-19 dapat berjalan efektif dan pemulihan ekonomi dapat diakselerasi," tutup Menkeu Sri Mulyani.