Ivermectin Direstui Jadi Obat COVID-19 Erick Thohir Siapkan 4,5 Juta Produksi
DOK VIA ANTARA/Menteri BUMN Erick Thohir

Bagikan:

JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir mengaku pihaknya akan memproduksi 4,5 juta ivermectin sebagai obat COVID-19.

Hal ini dilakukan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) terhadap obat ivermectin.

"Hari ini, kita khususnya bicara mengenai ivermectin. Kita sudah menyiapkan produksi sebesar 4,5 juta," kata Erick dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di YouTube BPOM, Senin, 28 Juni.

Jika nantinya ivermectin mampu mengobati banyak penderita COVID-19, perusahaan pelat merah itu akan memproduksi lebih banyak lagi.

"Kita coba membantu biar rakyat mendapat obat murah atau terapi murah yang tentu nanti diputuskan setelah uji klinis," ujar dia.

Erick juga menegaskan terus meningkatkan kerja sama produksi vaksin dalam negeri agar vaksinasi COVID-19 mencapai target satu juta dosis per hari.

"Kita juga terus bekerjasama, selain vaksin impor, BPOM, Kemenkes dan kami BUMN juga sedang menjajaki vaksin merah putih atau vaksin BUMN. Tentu ini tidak lain agar kita bersama-sama bisa memberikan yang terbaik," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan atau izin edar untuk obat bermerek Ivermectin untuk indikasi infeksi kecacingan yang diberikan dalam dosis tertentu. Sebab, obat ini masuk dalam golongan obat keras.

"Ivermectin adalah obat keras yang harus dengan resep dokter. Namun, data-data epidemiologi dan publikasi global telah menyatakan bahwa Ivermectin ini juga dapat digunakan untuk penanggulangan COVID-19," kata Penny.

Selain itu, persetujuan ini juga diberikan setelah ada rekomendasi dari World Health Organization (WHO). Dalam rekomendasi tersebut disebutkan Ivermectin dapat digunakan dalam kerangka uji klinik.

Tak hanya WHO, rekomendasi serupa juga dikeluarkan oleh otoritas obat Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat dan European Medicines Agency (EMA).

"Namun, data uji klinik tetap harus kita kumpulkan di mana saat ini belum konklusif kalau ini penggunaannya untuk COVID-19," ungkap Penny.

"Untuk itu BPOM sejalan dengan rekomendasi WHO memfasilitasi pelaksanaan uji klinik yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan," imbuhnya.