Tiga Syarat Bagi Pemerintah Daerah yang Ingin Longgarkan PSBB di Tengah Pandemi COVID-19
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah pusat sedang menyiapkan persyaratan bagi pemerintah daerah yang ingin melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi COVID-19. 

"Jadi sekali lagi kita sedang mencoba merumuskan protokol masyarakat yang produktif dan aman dari bahaya COVID-19," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Manoarfa dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 20 Mei.

Suharso mengatakan, ada tiga syarat agar suatu daerah bisa melonggarkan PSBB. Pertama, daerah harus meliat penularan berdasarkan reproduction rate (RO).

"Reproduction rate itu adalah sebuah angka yang menunjukkan sebuah virus atau sebuah bakteri, penyakit itu bagaimana daya tularnya dari seseorang ke orang lain," jelas dia.

Menurut data World Health Organization (WHO), di dunia saat ini RO COVID-19 angkanya berkisar 1,9 hingga 3,7. Sementara angka RO di Indonesia berkisar 2,5 hingga 2,6 atau artinya dari satu orang yang terjangkit virus corona bisa menularkan lagi ke dua sampai tiga orang lainnya.

Suharso menegaskan, satu daerah bisa melonggarkan PSBB ketika memiliki RO di bawah 1 setelah melaksanakan PSBB selama 14 hari.

"Kalau sudah 14 posisinya di bawah 1 maka siap untuk melakukan penyesuaian atau pengurangan PSBB," ungkap dia.

Syarat kedua, lanjutnya, tiap daerah harus punya tingkat kapasitas sistem kesehatan untuk melayani pasien COVID-19 sebesar 60 persen dari total kapasitas kesehatan yang ada. 

Suharso mencontohkan, dari 100 kasur di rumah sakit daerah, paling tidak harus ada 60 kasur yang dikhususkan bagi penanganan virus ini.

"Pasien baru yang datang itu, jumlahnya dalam sekian hari juga harus di bawah 60. Itu yang dimaksud dengan kapasitas sistem kesehatan yang terukur," ungkap dia.

Syarat terakhir, tambah Suharso, satu daerah bisa melonggarkan PSBB setelah mereka mampu melakukan pengujian massal di wilayah mereka. Hal ini perlu dilakukan karena hingga saat ini, jumlah tes massal di Indonesia masih berkisar 743 pengujian per satu juta orang.

"Jadi seperti arahan Bapak Presiden kita harus melakukan tes masif secara tepat dengan jumlah masih. Mudah-mudahan ke depan kita bisa sampai 12 ribu (tes) sehingga per satu jutanya makin tinggi," tegasnya.

"Dengan tiga indikator itu kita akan menempatkan sebuah daerah itu siap atau tidak," imbuh Suharso.

Darurat kesehatan di Indonesia belum selesai

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menambahkan, meski nantinya ada daerah yang dilonggarkan atau bahkan dicabut pemberlakuan pembatasannya bukan berarti masa kedaruratan kesehatan selesai.

Sebab, hingga saat ini dasar hukum yang masih digunakan adalah UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang salah satu poinnya mengatur soal PSBB dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran COVID-19.

"Jadi sekali lagi, apabila PSBB kemudian dicabut bukan berarti kita tidak mengikuti UU tentang karantina kesehatan," tegas Doni.