Aspek Komunikasi Pandemi Pemerintahan Jokowi Disoroti
Presiden Jokowi (Instagram/@jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Komunikolog Emrus Sihombing menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu melakukan evaluasi terkait penanganan COVID-19 di sektor hulu untuk menghentikan peningkatan kasus positif Corona.

“Kebijakan terkait penanganan COVID-19 harus tegas. Ini menyangkut keselamatan manusia,” ujar Emrus dalam keterangan yang diterima VOI, Sabtu, 19 Juni.

Menurutnya, selain penindakan hukum bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes), juga harus ada komunikasi intensif pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini sekaligus untuk menimbulkan kesadaran masyarakat akan bahayanya virus mematikan tersebut.

“Pemerintah pusat harus membangun komunikasi intensif dengan pemerintah daerah, demikian sebaliknya. Sehingga, ketika muncul kasus yang genting di daerah, pemerintah pusat bisa segera mengeluarkan kebijakan dengan cepat,” ungkapnya.

“Kan semua (komunikasi) bisa dilakukan by daring atau lainnya. Jadi dengan komunikasi ini bisa ada action yang cepat dalam penanganan COVID-19,” sambung Emrus.

Dia mengingatkan, kebijakan penanganan COVID-19 harus karena faktor kemanusiaan untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, setiap kepala daerah ataupun pemerintah pusat harus menanggalkan kepentingan politik.

“Mereka (kepala daerah) berbeda partainya. Itu semua harus ditinggalkan, untuk semata-mata kepentingan keselamatan manusia,” terangnya.

Ditambahkan Emrus, minimnya komunikasi dalam penanganan COVID-19 bisa menyebabkan akibat fatal. Terlebih, angka kasus COVID-19 saat ini terus meningkat.

“Ketertundaan kebijakan penanganan COVID-19 karena komunikasi yang tidak sehat, akan berdampak fatal. Ruang komunikasi harus terbuka, abaikan kepentingan politik. Saya yakin penanganan COVID-19 akan tuntas,” katanya.

Emrus mengingatkan, dalam kondisi genting COVID-19 saat ini pemerintah harus memberikan persetujuan kepada daerah yang ingin menerapkan lockdown. Apalagi kebijakan tersebut sudah diatur dalam regulasi penanganan COVID-19.

“Jadi tarik ulur kebijakan penanganan COVID-19 ini karena belum terbukanya komunikasi ruang dan materi antara pusat dan daerah,” tandasnya.