JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara dugaan suap yang menjerat eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan beserta orang kepercayaan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
"Hari ini, 15 Mei, tim JPU KPK melimpahkan berkas perkara atas nama terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fredelina ke PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 15 Mei.
Selanjutnya, tim jaksa penuntut umum menunggu penetapan hari persidangan yang ditentukan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor.
"Demikian juga penahanan, sesuai hukum acara sepenuhnya telah beralih menjadi kewenangan Majelis Hakim Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ungkap dia.
Pemberi suap masih buron
Meski kasus ini sudah memasuki persidangan, namun tersangka pemberi suap Harun Masiku masih belum diketahui keberadaannya setelah kabur dalam operasi senyap di bulan Januari.
Belakangan, spekulasi soal meninggalnya Harun Masiku pun terdengar. Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman meyakini Harun Masiku sudah meninggal dunia. Hanya saja dirinya mengakui tidak mempunyai bukti.
Keyakinan ini muncul karena MAKI sering mendapatkan informasi pergerakan buronan termasuk mantan Sekretaris MA Nurhadi. Namun, dari tiap informasi yang masuk tak ada yang menyebut soal keberadaan Harun Masiku.
"Hanya keyakinan HM sudah meninggal, hanya perbandingan dengan Nurhadi (mantan Sekretaris MA) selalu ada informasi baru valid setiap minggu," kata Boyamin beberapa waktu yang lalu.
Namun isu ini ditepis KPK. Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan, KPK tak pernah mendapatkan informasi mengenai meninggalnya politikus PDIP tersebut.
"Sejauh ini KPK tidak memperoleh informasi dan bukti valid bahwa tersangka HAR (Harun Masiku) telah meninggal," katanya saat dikonfirmasi wartawan.
Katanya, KPK masih melakukan pencarian Harun Masiku. KPK juga berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencarinya. Sementara, kasus yang sudah ditindaklanjuti akan berjalan meski Harun belum ditangkap.
Sementara, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih mencari buronan itu. "Polri masih berupaya mencari Harun Masiku dalam rangka membantu KPK," kata dia.
BACA JUGA:
Mengingat kasus suap Wahyu Setiawan
Komisioner KPU periode 2017-2022 itu menjadi terdakwa setelah sebelumnya terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) di bulan Januari dan ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina (ATF) yang merupakan orang kepercayaannya.
Sedangkan si pemberi suap adalah Harun Masiku (HAR) yang merupakan caleg PDIP dan Saeful yang disebut pihak swasta namun juga diduga menjadi salah satu staf dari partai berlambang banteng itu.
Kasus ini berawal dari wafatnya Nazarudin Kiemas, adik mendiang suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas. Nazarudin meninggal pada 26 Maret 2019 atau sebelum coblosan Pemilu 2019 pada 17 April.
Meski begitu, almarhum Nazarudin tetap mendapat suara. Sebab, fotonya masih terpampang dalam kertas suara pada Pemilu 2019. Bahkan menuai suara terbanyak di Dapil Sumsel I dengan jumlah 31.358 suara.
Pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Nazarudin.
Gugatan ini dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan caleg lain bernama Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. DPP PDIP meminta KPU membatalkan penetapan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini menginginkan Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin di DPR dan bukan Riezky Aprilia.
Permintaan PDIP, ditolak. KPU memutuskan Riezky yang menggantikan Nazarudin melenggang ke Senayan. KPU beralasan Riezky pemilih suara terbanyak setelah almarhum Nazarudin. Total perolehan suara Riezky adalah 13.062 suara. Riezky adalah seorang pengusaha muda sekaligus putri Ridwan Efendi, mantan Wali Kota Lubuklinggau. Saat ini, Riezky duduk di Komisi IV DPR.
Sebelum menjadi kader PDIP, Harun Masiku adalah bekas kader Partai Demokrat. Pada Pemilu 2019 Harun berada di nomor urut 6 dalam daftar Caleg PDIP di Dapil Sumsel I. Perolehan suara yang didapat Harun adalah 5.878 suara. Perolehan suara antara Riezky dan Harun terpaut sangat jauh. Sehingga, KPU mempertahankan Riezky untuk melenggang ke Senayan dan menolak Harun.
Dua pekan berselang, seorang pihak swasta bernama Saeful, yang memiliki kepentingan dengan Harun, melobi Wahyu Setiawan untuk bisa meloloskan Harun untuk bisa menggantikan posisi Riezky menjadi caleg yang disahkan KPU.
Wahyu pun menyanggupi untuk membantu meloloskan dengan membalas, “Siap, mainkan!”. Di sinilah Wahyu melakukan tindak pidana korupsi dengan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan secara bertahap.