Bagikan:

JAKARTA - Ceramah Ustaz kondang Abdul Somad menjadi perhatian warganet setelah pemerintah secara resmi mengumumkan batalnya jemaah naik haji pada tahun ini.

UAS-sapaan akrab Abdul Somad--menuding dana yang disetorkan jemaah untuk naik haji digunakan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. 

Potongan ceramah UAS ini dibagikan akun Twitter, @narkosun, Senin, 7 Juni kemarin. Senada dengan UAS, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) pun bersuara.

HNW meminta agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjelaskan secara transparan kondisi dana haji. Sebab, akibat batalnya penyelenggaraan haji dari Indonesia memunculkan tudingan bahwa dana haji digunakan pemerintah untuk membangun infrastruktur.

Pernyataan HNW dan UAS ini direspon oleh Pegiat Media Sosial, Eko Kuntadhi lewat saluran YouTube CokroTV, Rabu, 9 Juni hari ini. Eko bilang, kedua tokoh ini lebih sibuk menggoreng isu dana haji ketimbang mencerdaskan umat dengan memberikan penjelasan yang komperhensif mengenai tata kelola dana haji. 

"Dalam konteks ini dimata saya soal pengelolaan dana haji ini Hidayat dan Somad cuma sedang menggoreng persoalan. Tujuannya bukan mau mencerdaskan umat mengenai tata kelola dana haji yang valid dan benar. Sebab apa? Sebab soal haji sebagai rukun iman ini masalah sensitif bagi rakyat Indonesia apalagi mereka-mereka yang mabuk agama," ujar Eko. 

Menurut Eko, dengan dilemparnya berita miring soal dana haji maka akan langsung direspon oleh pengikut. "Apalagi bagi pengikutnya yang minim literasi. Ya sudah pasti goreng-goreng habis,"

"Problem dana haji emang sih sekarang banyak politisi dan pendakwah yang teguh memegang prinsip. Prinsipnya orang bodoh akan sangat berguna apabila dipergunakan sesuai dengan kebodohannya. Saya kira orang-orang seperti Hidayat, Somad, Haikal Hassan atau Rizal Ramli yang melempar lempar isu krusial keberangkatan haji dan dana haji ini mengerti banget prinsip ini. Mereka memang ingin menggunakan orang bodoh sesuai kebodohannya," sindir Eko. 

Menurut Eko, sebagai anggota DPR-MPR, Hidayat Nur Wahid harusnya jauh lebih mudah dalam melaksanakan fungsi pengawasan. BPKH bisa dipanggil dan dimintai tanggungjawabnya dihadapan anggota dewan.

"Konfirmasi kalau ada kecurigaan, kan bisa kapan saja memanggil BPKH untuk mengkonfirmasi apabila ada masalah. Bagi seorang anggota DPR kayak gitu sih biasa, karena memang fungsi DPR sebagai pengawas dari jalannya roda pemerintahan," terang Eko. 

Eko menjelaskan, dibentuknya BPKH pada 2017 silam untuk mengatasi sengkarut dana haji yang selama ini ada. Sebelum 2017 dana haji dikelola menggunakan sistem tambal sulam. Penjelasannya, untuk sekali naik haji dengan kelas reguler dibutuhkan dana sekitar Rp60-72 juta.

Sementara jemaah haji menyetorkan uang sekitar Rp30 juta. Lantas, bagaimana menutup kekurangan ini? Nah, pemerintah atau pihak terkait akan mengambil dana haji dari jemaah yang belum berangkat untuk menutupi kekurangan. Hadirnya BKH justru langkah positif mengatasi masalah ini. 

Dengan skema yang ketat sekaligus pengaturan di UU, dana haji kemudian dikelola dengan sistem syariah. Sebagian dana haji akan ditempatkan dalam deposito dan sebagian dalam surat berharga syariah dan dijamin oleh negara. 

"Jadi enggak mungkin ada kerugian, yang ada malah dapat manfaat atau dapat kelebihan uang investasinya sendiri," tegas Eko.