Ketika Napi Asimilasi Satu Grup WhatsApp dengan Polisi dan Hakim
Ilustrasi penjara (Photo by Matthew Ansley on Unsplash)

Bagikan:

MAMUJU - Cara pengawasan tiap-tiap daerah terhadap narapidana yang mendapat asimilasi, berbeda-beda. Tapi yang dilakukan Kanwil Kemenkum HAM Sulawesi Barat, cukup unik. Setidaknya bagi si napi itu sendiri.

Kemenkum HAM membuat sebuah grup WhatsApp. Anggota yang diperbolehkan masuk, dari lintas instansi. Mulai dari Kemenkum HAM, pengadilan hingga polisi. Termasuk para napi-napi itu.

Ada sekitar 173 narapidana yang mendapat asimilasi maupun integrasi di sini. Sedangkan dari pihak pemerintah, mengundang Kepala Divisi Pemasyarakatan, para Kepala Lapas, pembimbing kemasyarakatan (PK)/asisten PK, polisi dan anggota kejaksaan. 

"Saat ini grup WA khusus tersebut sudah ada 107 peserta," kata Kepala Bapas Polewali Mandar Heri Kusbandono, Jumat, 8 Mei.

Dibentuknya grup WhatsApp tentu supaya para napi sadar kalau mereka terus diawasi oleh pemerintah. Tapi di satu sisi, ini dilakukan agar para narapidana menyadari kalau pemerintah mau mereka bisa memperbaiki diri dan  tidak melanggar hukum lagi.

"Dari 173 napi asimilasi, sebanyak 23 statusnya menjadi integrasi (pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas) sedangkan enam orang sudah bebas, karena selesai menjalani pidana," sambung Heri Kusbandono.

Jadi ada setiap Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dan Asisten PK yang khusus mengawasi 10-11 orang. Layaknya pacaran, PK dan APK akan rutin menghubungi napi ini. Mulai dari teks melalui WA hingga video call.

Namun ada dua orang narapidana asimilasi yang tidak punya telepon sehingga mereka dikunjungi langsung oleh PK/APK," ujar Heri Kusbandono.

Napi Asimilasi Kembali Berulah?

38.822 narapidana dari seluruh Indonesia mendapat asimilasi. Dalam sejumlah pemberitaan, ada napi yang tak tahu diuntung. Tetap menjalankan 'hobi' melanggar hukum. Tapi Kemenkum HAM tidak setuju. Dirjen Pemasyarakatan Reynhard Silitonga menyebut narapidana asimilasi yang kembali berulah hanya 0,2 persen dari total 38.882 narapidana. Selain 

Kementerian itu sudah bolak-balik meminta masyarakat tak khawatir dengan kebijakan asimilasi. Terlebih, lembaga permasyarakatan (lapas) merupakan tempat untuk membina para pelaku kejahatan agar berkelakuan lebih baik, bukan hanya tempat pemberian hukuman.