Menkes Ralat Rapor E Penanganan COVID-19 Wamenkes ke DKI, Ternyata Penilaiannya Baru Simulasi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (DOK VIA ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi soal penilaian penanganan pandemi dengan rapor E atau paling buruk kepada Provinsi DKI Jakarta.

Budi menjelaskan, penilaian yang dijabarkan Wakil Menteri Kesehatan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Kamis, 27 Mei, masih menggunakan indikator yang masih berupa simulasi atau percobaan.

"Terus terang, saya juga baru mendiskusikan angka-angka atau pedoman umum ini sekitar 4 minggu yang lalu. Kita lagi mempelajari bagaimana penerapannya apakah cocok atau tidak. Kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah, baik itu provinsi, kabupaten, dan kota," kata Budi dalam tayangan Youtube Kementerian Kesehatan RI, Jumat, 28 Mei.

Budi menegaskan, indikator risiko laju penularan hingga penanganan COVID-19 yang disampaikan Dante merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman WHO yang terbaru. 

Ada pun indikator penilaian penanganan pandemi tiap provinsi itu dilihat dari level laju penularan, yakni indikator jumlah kasus, adanya kasus impor, kemunculan klaster kasus, hingga transmisi kasus dalam skala komunitas. 

Kemudian, level laju penularan ini disandingkan dengan level kapasitas respons pemerintah provinsi dalam penanganan kasus, yakni testing, tracing, dan treatment (3T).

Lagipula, indikator ini digunakan sebagai analisa internal di Kementerian Kesehatan untuk melihat persiapan kita menghadapi lonjakan kasus sesudah liburan lebaran kemarin.

"Indikator risiko ini, saya tegaskan, bukan, sekali lagi, bukan merupakan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten atau kota. Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh Kemenkes secara internal untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kita harus merespons," jelas dia.

Budi pun mengaku Kemenkes masih perlu mendalami apakah akan menambah indikator lain dalam penilaian penanganan COVID-19 berdasarkan pengalaman sebelumnya.

"Dengan segala kerendahan hati, saya sampaikan masih banyak sekali kesempatan kita untuk memperbaiki diri. Masih banyak sekali hal-hal yang bisa kita tiru dari negara lain, kita juga bisa tiru dari daerah-daerah yang baik implementasinya," tutur Budi.

Budi menuturkan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kontribusi testing dan vaksinasi yang paling tinggi.  "Urusan testing, saya lihat dari seluruh provinsi DKI yang paling banyak. Kemudian vaksinasi, aku bisa bilang bahwa tiga provinsi yang paling agresif paling cepat vaksinasinya adalah DKI, Bali, dan Jogja," pungkasnya.

Sebelumnya, Dante menyebut DKI Jakarta jadi satu-satunya provinsi dengan nilai penanganan pandemi dengan rapor merah atau nilai E. 

"Kami melihat masih banyak yang masih dalam kondisi kendali, kecuali Jakarta. Jakarta ini kapasitasnya E, karena BOR (keterisian tempat tidur) sudah mulai meningkat dan kasus tracing-nya tidak terlalu baik," ungkap Dante.

"Berdasarkan atas rekomendasi yang kami buat matriks, ada beberapa daerah yang mengalami masuk kategori D dan kategori E seperti Jakarta. Tapi ada juga yang masih di C, artinya BOR tidak terlalu (terisi) dan pengendalian provinsi masih baik," jelas dia.