JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles.
Penahanan ini dilakukan setelah Yoory ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur pada 2019 lalu.
"Tim penyidik melakukan penahanan tersangak YRC (Yoory Corneles) selama 20 hari terhitung sejak 27 Mei 2021 sampai dengan 15 Juni 2021," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei.
Yoory akan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Namun, Yoory akan menjalankan isolasi mandiri di Rutan KPK Cabang Kavling C1 demi mencegah penularan COVID-19.
Yoory ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi kasus ini.
Untuk dua tersangka lain, saat ini penahanan belum dilakukan. Ghufron mengatakan, mereka akan segera dipanggil untuk ditahan.
Ghufron menjelaskan konstruksi kasus dugaan korupsi yang menjerat para tersangka. Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah.
Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Dari kerja sama ini, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.
"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 milira ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," jelas Ghufron.
Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran berikutnya dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.
BACA JUGA:
Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.
"Atas perbuatan tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp152,5 miliar," ungkap Ghufron.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.