Alasan Marak Tawuran Remaja di Masa Penerapan PSBB
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menggalakkan penerapan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan angka penyebaran COVID-19. Masyarakat diminta untuk beraktivitas dari rumah dan hanya boleh keluar jika keadaan terdesak atau penting.

Namun, kebijakan ini seolah tak diterapkan oleh segelintir orang atau kelompok, khusus para remaja yang masih berkerumun dan beraktifitas tak penting di luar ruangan. Bahkan, polisi mencatat terjadi beberapa kali tawuran di wilayah Jabodetabek.

Misalnya, tawuran kelompok remaja yang terjadi pada Kamis, 23 April, di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Akibat tawuran ini, remaja berinisial RR (20) meregang nyawa dengan luka bacok.

Polisi yang langsung turun tangan pun sudah memeriksa empat orang rekan korban untuk mengetahui pelaku pembacokan. Namun, polisi belum bisa mengungkapnya.

Aksi tawuran juga terjadi di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Tapi, dalam perkara ini, tawuran belum terjadi, melainkan masih tahap merencanakan.

Polisi yang saat itu menggelar patroli untuk mencegah kerumunan pun langsung membubarkan mereka. Namun, sebelum diminta pulang, lima remaja di antaranya diberikan nasihat terlebih dahulu.

Masih banyak aksi tawuran di tengah penerapan PSBB dinilai Krimininolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala karena rasa ketidakpedulian saat pandemi COVID-19 ini. Selain itu, belum ada pasien corona di lingkungan mereka, bikin mereka beraktivitas di luar rumah.

"Kemungkinan, dua kelompok itu belum terdampak wabah dan belum ada yang kena positif," ucap Adrianus kepada VOI, Selasa, 28 April.

Kemudian, faktor lainnya yang menyebabkan masih maraknya tawuran karena para remaja ini belum memiliki pola fikir yang panjang. Mereka masih mementingkan ego masing-masing individu dan kelompok. Sehingga, mereka memandang semua orang yang di luar kelompoknya adalah musuh.

"Karena kuatnya persepsi in-group dan out-group antar dua kelompok. Makin kuat keduanya, maka makin besar kemungkinan konflik terbuka. Itu mengingat masing-masing menganggap pihak lain sebagai musuh," ungkap Adrianus.

Pengamat hukum pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menyebut, masih banyak terjadinya tawuran saat penerapan PSBB di masa pandemi ini, karena belum ada hukuman yang memberikan efek jera. Sehingga, para remaja tidak takut untuk mengulangi perbuatan serupa.

"Sanksi yang dijatuhkan kepad yang bersangkutan atas tindakan tawuran sebelumnya, belum menimbulkan efek jera dan mengedukasi sehingga mereka tetap berani tawuran," kata Suparji mengakhiri.