JAKARTA - Pembagian bantuan sosial penanganan virus corona atau COVID-19 dari pemerintah pusat telah berjalan selama satu pekan. Namun, Menteri Sosial Juliari Batubara mengaku pendistribusiannya tak berjalan lancar.
Juliari mengaku terjadi beberapa masalah dalam pendistribusian bansos oleh pemerintah daerah, yakni ada penerima bansos berasal dari kalangan mampu. Di sisi lain, ada juga orang yang membutuhkan malah tak terdaftar sebagai penerima bansos.
"Kami menanggapi beragam tanggapan, komentar, kritikan, ataupun juga masukan dari daerah terkait mekanisme bansos," kata Juliari dalam video conference yang disiarkan YouTube Sekretariat Kabinet, Senin, 27 April.
BACA JUGA:
Masalah dalam pendistribusian bansos, kata Juliari, salah satunya didasarkan pada rumitnya data penerima. Data tak hanya bersumber pada warga miskin yang tercatat dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), namun juga warga rentan miskin yang daya ekonominya melemah akibat wabah COVID-19.
Oleh karenanya, Juliari meminta pemerintah daerah diperkenankan untuk menambah daftar warga yang semestinya menerima bansos namun belum terdatar dalam DTKS yang dimiliki pemerintah pusat.
"Kami memberikan keleluasaan untuk seluruh pemda, silakan memberikan nama-nama penerima bansos yang tidak ada di dalam DTKS," ucap Juliari.
"Kami tidak mengunci daerah untuk mengambil data-data yang dari kami dari DTKS kami, karena kami tahu teman-teman di daerah juga sangat memahami apa yang paling baik untuk daerahnya," tambahnya.
Sebagai informasi, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial memiliki program jaring pengaman sosial penanganan COVID-19 berupa pembagian bansos. Pertama, bansos sembako untuk warga Jabodetabek yang diberikan senilai Rp 600 ribu per keluarga per bulan. Bantuan disalurkan selama 3 bulan mulai April 2020.
Kemudian, bansos tunai untuk warga di luar Jabodetabek yang diberikan kepada 9 juta keluarga. Bantuan tunai ini diberikan sebanyak Rp600 ribu per bulan untuk warga yang tidak menerima bansos sembako. Bantuan diberikan selama 3 bulan.