JAKARTA - Kisruh dalam persoalan impor buah berujung ke pengadilan. Pemerintah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait dengan penerbitan izin impor buah dan sayur-mayur yang dinilai tak memberikan rasa keadilan.
Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) menggugat Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terhadap kebijakan rekomendasi dan izin impor yang tak jelas pengelolaannya.
Kuasa Hukum Aseibssindo, Ayub A Fina dalam keterangannya Kamis 23 April menjelaskan, gugatan dilayangkan terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo terkait dengan pengelolaan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Asosiasi merasa dipersulit oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Bahkan, dari pengelolaan yang dinilai diskriminatif, Asosiasi menduga ada permainan dalam penerbitan RIPH ini.
"Sebenarnya kalau masalah pertanian terkait RIPH, permohonan-permohonan itu rupanya para anggota ini selama mulai bulan Desember 2019 sampai Maret 2020 itu, kebanyakan di-rollback. Sementara posisi tertentu, pertanian diam-diam menerbitkan ada oknum kelompok tertentu" kata Ayub.
Ia mencontohkan, pada 17 Januari 2020 ada 23 perusahaan yang sebenarnya boleh dikatakan sudah clean and clear, serta semua persyaratan sudah dipenuhi. Sehingga, patut bagi Kementerian Pertanian menerbitkan RIPH untuk 23 perusahaan itu. Anehnya, tak ada satu pun dari 23 yang mengajukan itu memperoleh rekomendasi, justru ada 3 lain yang terbit.
"Pada saat yang sama, kita melihat ada pemanfaatan saja. Waktu itu, ada satu yang diterbitkan izinnya sangat fantastis yaitu sekitar 15.000 ton dan dipersoalkan di DPR itu," ujar Ayub, yang juga merupakan Ketua Umum Aseibssindo.
Aseibssindo merasakan kejanggalan lainnya. Setelah diterbitkan izin untuk tiga perusahaan itu, Kementerian Pertanian tidak lagi menerbitkan RIPH. Semua pengajuan dari banyak perusahaan di-rollback atau harus memulai lagi dengan prosedur awal. Alasannya, ada masalah persyaratan teknis seperti tertera dalam Peraturan Nomor 39 Tahun 2009.
"Dengan perjalanan ini, akhirnya kami lakukan upaya untuk mencari keadilan. Harapannya ke depan lebih baik. Karena saya gugat yang ketiga kali, dua kali sampai inkraacht," jelas dia.
Di sisi lain, penggugat juga menilai Kementerian Perdagangan setali tiga uang dengan Kementerian Pertanian. Di Kementerian Pertanian, RIPH diterbitkan dengan sangat lambat, dan Kementerian Perdagangan dinilai sama parahnya dalam menerbitkan SPI (Surat Persetujuan Impor).
BACA JUGA:
"Kami daftarkan gugatan terhadap Kemendag terkait penerbitan SPI tadi siang. Karena sejak bulan Maret, importir ini memasukkan permohonan tapi tidak diterbitkan sampai sekarang," kata Ayub.
Digelar Pekan Depan
Dalam aturan, semestinya Kementerian Perdagangan bisa menyatakan diterima atau tidak setelah dua hari menerima permohonan pengajuan izin impor. Jika diterima maka harus segera diterbitkan SPI.
Sebaliknya, jika tidak diterima harus ada perbaikan sehingga dikembalikan. Namun, tak ada keterangan jelas dari Kemendag terhadap proses yang dijalani importir-importir dalam asosiasi.
"Kalau dalam kondisi force majeure pun, waktunya hanya tiga hari. Ini yang jadi dasar kami untuk mendaftarkan gugatan itu. Kemendag ini diduga melanggar UU, antara lain Permendag 44/2019, UU 18/2012 tentang pangan, UU 7/2014 tentang perdagangan, UU 13/2010 tentang holtikultura dan UU 5/1999 tentang praktik monopoli," katanya.
Persidangan perdana gugatan terhadap Kementan, diagendakan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Rabu, 22 April 2020. Sayangnya, perwakilan Kementan tak hadir di sidang itu.
Persidangan kemudian ditetapkan digelar pekan depan, pada Rabu, 29 April. Saat dikonfirmasi, pihak PTUN belum memberikan keterangan terkait agenda gugatan terhadap lembaga kementerian tersebut.
Untuk diketahui, Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Liliek Srie Utami mengatakan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) telah diproses secara elektronik untuk semua pemohon. Kementan menilai, pemrosesan tersebut sudah sesuai ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2020.
"Proses pemberian RIPH dilakukan secara transparan dan dapat dipantau secara online," kata Liliek.
Khusus untuk impor buah anggur, RIPH yang sudah diterbitkan hingga 12 Maret 2020 telah mencapai 26.470 ton. Namun, tak disebutkan jelas perusahaan importir yang mendapatkan RIPH buah tersebut.