Istana Diminta Publikasikan Keppres Stafsus Milenial dan Jelaskan Tugas Mereka
Foto Presiden Joko Widodo bersama ketujuh staf khusus mudanya (dok. Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Sejak dilantik pada November 2019 yang lalu hingga kini, publik terus mempertanyakan apa tugas dan tanggung jawab staf khusus milenial Presiden Joko Widodo. Pihak istana melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) diminta segera membuka informasi soal tugas dan tanggung jawab anak-anak muda tersebut.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan, sudah saatnya Kemensetneg menginformasikan kepada publik soal pengangkatan staf khusus presiden. Apalagi selama ini, informasi tersebut tak pernah dipublikasikan sehingga tak bisa diakses masyarakat.

"ICW mengajukan permohonan informasi publik kepada Kementerian Sekretariat Negara. Permohonan dilakukan karena Kemensetneg tidak menyediakan informasi berupa Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan staf khusus presiden," kata Wana seperti dikutip VOI dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 22 April.

Wana mencatat, sejak 13 stafsus Presiden Jokowi ini diangkat, 7 di antaranya adalah stafsus milenial, publik tak pernah tahu secara jelas apa tugas mereka dan dasar hukum pengangkatan stafsus ini.

Padahal, dinyatakan dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden, pengangkatan dan tugas pokok staf khusus ini harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 

"Namun berdasarkan pantauan ICW pada 21 April 2020, Keputusan Presiden mengenai pengangkatan staf khusus tidak ditemukan di laman setneg.go.id," tegas dia.

Tidak ditampilkannya Keppres tersebut, dianggap Wana tak sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Apalagi, dalam undang-undang ini diatur tiap putusan dan kebijakan badan publik harus disediakan Keppresnya.

Untuk mendapatkan salinan Keppres itu, ICW berkirim surat kepada Kemensetneg. Wana berharap, setelah ini, lembaga tersebut segera membuka informasi mengenai Keppres untuk mengangkat para staf ahli ini karena publik sudah menanti.

"Keterbukaan informasi mengenai Keppres tentang pengangkatan staf khusus sangat diperlukan publik. Dugaan konflik kepentingan yang terjadi beberapa lalu telah memunculkan polemik. Polemik ini makin diperuncing dengan ketiadaan informasi yang jelas mengenai tugas dan tanggungjawab staf khusus beserta hukum pengangkatannya," jelas Wana.

Diketahui, dugaan adanya konflik kepentingan di antara para stafsus itu berembus kencang di publik. Saat ini, ada dua stafsus milenial Jokowi yang diduga memanfaatkan jabatan mereka untuk mendapatkan proyek di tengah pandemi COVID-19.

Mereka adalah Andi Taufan Garuda Putra yang merupakan CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dan Adamas Belva Devara yang juga merangkap sebagai CEO Ruangguru.

Polemik Andi muncul setelah dirinya berkirim surat kepada camat di seluruh Indonesia menggunakan kop surat milik Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Dalam suratnya, ada dua hal yang diminta Andi untuk diperhatikan para camat. 

Pertama, soal pemberian edukasi seputar virus corona atau COVID-19 yang sedang merebak. Adalah PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) yang akan melakukan edukasi itu dengan mengirimkan petugas ke lapangan. Kedua, Amartha akan mendata kebutuhan APD di puskesmas atau layanan kesehatan lainnya agar pelaksanaannya berjalan lancar.

Belakangan Andi dikecam publik terutama di media sosial karena dianggap menyalahi prosedur dan takut adanya konflik kepentingan. Andi merupakan CEO Amartha atau perusahaan yang disebut dalam surat tersebut. Dia mengklarifikasi dan meminta maaf, serta menarik seluruh surat yang dikirimkannya. 

Menurutnya, kalaupun kegiatan di dalam surat itu jadi dilaksanakan, semuanya akan menggunakan bantuan donasi yang bisa dipertanggungjawabkan dan tanpa anggaran negara.

Setelah polemik Andi mereda, kini giliran Belva yang jadi sorotan. Sebab, perusahaannya menjadi mitra bagi program Kartu Prakerja. Apalagi, beberapa pihak menyebut ditunjuknya Ruangguru sebagai mitra kartu Prakerja bukan melalui mekanisme yang ada meski dibantah oleh pemerintah.

Berbeda dengan Andi yang hanya meminta maaf dan mengklarifikasi suratnya, Belva kemudian mundur dari jabatannya sebagai stafsus milenial karena tak ingin polemik terus terjadi di tengah pandemi COVID-19.

Meski publik mengapresiasi mundurnya Belva dari jabatan stafsus, Wana justru menilai terlambat bagi CEO Ruangguru itu melakukannya. Harusnya, sebelum dikritik Belva sudah mundur terlebih dahulu.

"Sedari awal, setiap pejabat publik yang memiliki konflik kepentingan mundur dari jabatannya. Pun ketika ditawari, sepatutnya harus mengundurkan diri dari jabatan di perusahaannya," kata Wana.

Selain itu, harusnya keikutsertaan Ruangguru sebagai mitra kerja dalam program pemerintah dihentikan dan segera dievaluasi lebih lanjut karena proses pemilihannya tidak transparan. "Proses pemilihannya pun tidak sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa," tutupnya.