JAKARTA - Sebanyak 87,6 persen masyarakat mengaku setuju dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19. Hanya saja, ada beberapa aturan turunan yang tidak disetujui oleh masyarakat.
Jumlah tersebut diperoleh dari hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 9 April hingga 12 April. Survei ini melibatkan 1.200 responden melalui wawancara telepon secara acak dengan margin of error mencapai 2,9 persen.
"Mayoritas masyarakat sebanyak 87,6 persen setuju dengan aturan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," kata peneliti SMRC Sirajuddin Abbas lewat keterangan tertulisnya, Jumat, 17 April.
Dari angka tersebut, sebanyak 39 persen masyarakat sepakat soal pemberian hukuman denda atau penjara bagi yang melanggar. Sementara 31,2 persen lainnya tak sepakat dengan pemberian hukuman tersebut.
Kemudian, terkait dengan aturan turunan dalam PSBB tersebut, sebanyak 86 persen masyarakat mendukung soal pengurangan penumpang mobil pribadi.
"Sedangkan yang mendapat persetujuan warga paling rendah adalah aturan sepeda motor tidak boleh membonceng," jelasnya sambil menambahkan mereka yang tak setuju, angkanya mencapai 63 persen.
Selanjutnya, aturan ojek daring tak boleh membawa penumpang juga mendapat reaksi negatif dari masyarakat, sebab ada 66 persen yang tidak setuju dengan aturan tersebut.
"Artinya ada 34 sampai 37 persen yang keberatan dengan aturan bahwa motor tidak boleh membonceng," ujarnya.
Selain itu, aturan PSBB yang mengharuskan kegiatan peribadahan dilakukan di rumah ternyata tak disetujui oleh 21 persen masyarakat dan secara wilayah, persentase warga yang menolak kegiatan keagamaan dilakukan di rumah berasal dari Provinsi Jawa Barat.
"Hanya 54 persen warga Jawa Barat yang setuju kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja. Sedangkan untuk kegiatan bekerja dari rumah, secara nasional ada 76 warga yang mendukung sementara di Jawa Barat hanya 54 persen saja yang mendukung kegiatan tersebut," katanya.
Sementara untuk kegiatan mudik, mengingat musim mudik akan segera berlangsung, SMRC mencatat masih ada 31 persen warga yang akan pulang ke kampung halaman ketika Lebaran nanti. Sedangkan untuk hasil nasional, masyarakat yang ingin mudik mencapai 11 persen atau setara 20 juta warga dewasa.
Jika sebelumnya pemerintah menyebut yang ingin mudik adalah rata-rata masyarakat terdampak secara ekonomi akibat penyebaran virus ini, hal ini berbeda dengan data SMRCM. Data SMCR menyatakan, mereka yang berasal dari kalangan pendidikan tinggi dan penghasilan tinggi juga ingin mudik.
Sehingga, berkaca dari keinginan untuk mudik yang masih tinggi dan ternyata bukan hanya menyasar masyarakat terdampak pandemi COVID-19, SMRC kemudian meminta agar edukasi terus masif dilakukan dan harus ada aturan tegas terkait kegiatan tersebut.
BACA JUGA:
Sedangkan untuk PSBB dan kesadaran soal bahaya COVID-19, SMRC mencatat secara umum warga Jawa Barat memiliki kesadaran yang rendah akan bahaya penyakit ini dibandingkan wilayah lain. Ini terbukti dengan rendahnya dukungan masyarakat terhadap aturan yang ada saat PSBB diterapkan.
"Warga Jawa Barat paling rendah dukungannya terhadap aturan-aturan dalam PSBB. sehingga, edukasi yang lebih intensif tentang bahaya COVID-19 dan penerapan PSBB perlu dilakukan terhadap masyarakat di Jawa Barat," tegas dia.
Berkaitan dengan PSBB, saat ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto telah menyetujui pemberlakuan pembatasan tersebut di 11 wilayah sejak diterapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat pada 31 Maret yang lalu.
11 wilayah tersebut adalah Provinsi DKI Jakarta; Provinsi Jawa Barat wilayah Kota/Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota/Kabupaten Bekasi; Tangerang Raya meliputi Kabupaten/Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan; Kota Pekanbaru; dan Kota Makassar.
Untuk Kota Makassar usulan PSBB yang diajukan oleh Wali Kota Makassar telah disetujui oleh Menkes pada 16 April yang lalu melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/257/2020.
Ketika suatu daerah sudah mendapat status PSBB, mereka melaksanakan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, sosial-budaya, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan moda transportasi, dan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Peliburan sekolah dan tempat kerja dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Pembatasan tempat atau fasilitas umum dikecualikan untuk supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi.
Pembatasan moda transportasi dikecualikan untuk moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang, serta moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.