JAKARTA - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengemukakan perokok aktif memiliki tingkat keparahan sakit hingga 1,9 kali lipat apabila terpapar SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"Pada situasi pandemi COVI-19, merokok memiliki dampak signifikan, salah satu studi meta analisis menunjukkan adanya peningkatan keparahan 1,9 kali pada penelitian COVID-19 yang juga merupakan perokok," kata Dante, dalam acara webinar Peluncuran dan Diskusi Rekomendasi Kebijakan yang dilaksanakan Komnas Pengendalian Tembakau dilansir Antara, Selasa, 26 April.
Berdasarkan laporan data terakhir menujukan prevalensi merokok di Indonesia masih tinggi, yaitu 33,8 persen. Secara absolut berarti sekitar 65,7 juta penduduk di Indonesia merokok, kata Dante.
Data ini menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ketiga terbesar jumlah perokok di atas 10 tahun terakhir, setelah India dan China.
"Terlebih lagi pada kelompok 10-18 tahun jumlah kelompok muda tersebut, baik konvensional maupun elektronik, sama sama menunjukan peningkatan," ujarnya.
Berbagai penelitian telah menunjukkan dampak langsung merokok pada kesehatan, khususnya sektor kesehatan, di Indonesia mencatat potensi peningkatan prevalensi atau jumlah penderita penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes, penyakit jantung dan kanker paru yang semuanya berkorelasi erat dengan perilaku merokok.
Dante mengatakan situasi itu diakibatkan karena kapasitas paru untuk bisa menampung udara dan berfungsi normal sudah terganggu.
Dante menambahkan, Indonesia akan menghadapi periode bonus demografi, sehingga sangat penting bagi masyarakat untuk menjaga kualitas sumber daya manusia agar tetap produktif. "Artinya anak muda kita harus dijaga kesehatannya dari perilaku yang berdampak buruk, seperti merokok," ujarnya.
BACA JUGA:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kata Dante, mengamanahkan pemerintah agar presentasi merokok di usia 10-18 tahun berkurang, dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di Tahun 2024.
Untuk mencapai target tersebut, kata dia, Kemenkes bersama berbagai sektor yang bergerak di berbagai bidang pengendalian tembakau menuju pada strategi global yang digariskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Strategi yang perlu kita lakukan, penguatan regulasi, implementasi kawasan tanpa rokok, pelaksanaan pengendalian penjualan rokok, eliminasi iklan dan promosi, edukasi secara berkelanjutan dan peningkatan peringatan," ujarnya.
Kemenkes memiliki pola signifikan dalam upaya regulasi sehingga perlu lebih intensif mengawal revisi Perpres Nomor 109/2012 yang mengatur tentang bahan pengaman yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
"Kami mengapresiasi dukungan dari masyarakat peduli pengendalian tembakau yang mendukung upaya ini. Kami berkomitmen melahirkan revisi Perpres Nomor 109/2012 untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok, dan menurunkan prevalensi merokok dan juga mendukung intervesi penanganan COVID-19," ujarnya.