Bagikan:

JAKARTA - Turki akan meningkatkan upaya diplomatik untuk memulihkan gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina dan menghentikan pembunuhan orang-orang tak berdosa di sana, kata Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Hari Selasa.

"Turki mendukung rakyat Gaza dan saudara-saudara Palestina kami. Kami akan terus meningkatkan upaya diplomatik kami untuk menghentikan pembantaian dan memulihkan perdamaian dan gencatan senjata," kata Presiden Erdogan dalam komentar yang disampaikan pada acara buka puasa bersama mahasiswa Universitas Pertahanan Nasional, dikutip dari Reuters 19 Maret.

Sebelumnya, serangan udara Israel yang menghantam Gaza pada Hari Selasa menewaskan lebih dari 400 orang, kata otoritas kesehatan Palestina, dalam serangan yang mengakhiri ketenangan selama berminggu-minggu setelah pembicaraan untuk mengamankan gencatan senjata permanen terhenti.

Serangan udara menghantam rumah-rumah dan perkemahan tenda dari utara ke selatan Jalur Gaza dan tank-tank Israel menembaki garis perbatasan ke timur dan selatan daerah kantong itu.

Serangan itu jauh lebih luas skalanya daripada serangan pesawat nirawak biasa yang menurut Israel telah dilakukan baru-baru ini terhadap tersangka militan, dan menyusul upaya yang gagal selama berminggu-minggu untuk menyetujui perpanjangan gencatan senjata yang disepakati pada 19 Januari.

Sumber medis Gaza mengatakan, sebagian besar korban serangan Israel adalah anak-anak dan wanita, dibawa ke rumah sakit di Jalur Gaza sejak fajar pada Hari Selasa.

Sementara itu, 660 lainnya terluka akibat serangkaian serangan udara dan sabuk api yang dilakukan oleh pesawat Israel. Sejumlah korban masih tertimbun reruntuhan.

Diketahui, Israel melanjutkan agresi mereka di Jalur Gaza saat fajar, setelah jeda lebih dari dua bulan, meluncurkan serangkaian serangan udara intensif dan sabuk api di beberapa wilayah di Jalur Gaza.

Kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi dimulainya kembali perang di Jalur Gaza, dan cakupannya akan secara bertahap diperluas dalam beberapa jam mendatang.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan dia telah memberi tahu militer untuk mengambil "tindakan keras" terhadap Hamas sebagai tanggapan atas penolakan kelompok itu untuk membebaskan sandera yang tersisa dan karena penolakan mereka terhadap proposal gencatan senjata.

Hamas sendiri diperkirakan masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang ditangkap dalam serangannya pada 7 Oktober 2023 di Israel, menuduh Israel melanggar gencatan senjata dan membahayakan upaya mediator untuk mengamankan gencatan senjata permanen.