Bagikan:

JAKARTA - Massa pengemudi taksi dan ojek online akan menggelar demonstrasi besar-besaran di depan Gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Senin, 17 Februari. Mereka menuntut agar diberikan hak tunjangan hari raya (THR).

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan bahwa aksi ini dijadwalkan dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan jumlah massa diperkirakan lebih dari 700 orang. Selama aksi berlangsung, mereka akan melakukan off bid atau mematikan aplikasi secara massal.

Menurutnya, demonstrasi ini akan diikuti oleh pekerja angkutan online dari berbagai sektor, termasuk pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Tuntut THR Ojol.

"Kami Aliansi Tuntut THR Ojol menuntut THR untuk pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir dengan melakukan aksi di Kemenaker serta di seluruh kota di Indonesia melalui aksi off bid massal," ujar Lily dalam keterangannya.

SPAI mendesak Kemenaker untuk segera mengeluarkan peraturan terkait pemberian THR bagi pekerja platform, seperti pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir.

Lily menjelaskan bahwa tuntutan THR ini merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa pengemudi angkutan online termasuk pekerja tetap karena telah memenuhi unsur pekerjaan, upah, dan perintah dalam hubungan kerja.

"THR merupakan hak bagi setiap pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir karena mereka termasuk dalam hubungan kerja antara pengusaha atau platform dengan pekerja. Hal ini mencakup unsur pekerjaan, upah, dan perintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," jelas Lily.

Lily menekankan bahwa Kemenaker harus segera menerbitkan peraturan mengenai THR bagi pengemudi ojek online dalam waktu dekat. SPAI menuntut agar THR yang diberikan sebesar satu bulan upah minimum provinsi (UMP) dan dibayarkan paling lambat 30 hari sebelum hari raya atau Lebaran.

"Aturan ini sangat penting agar THR bagi pengemudi ojek online tidak lagi hanya sebatas janji dari Kemenaker seperti tahun lalu, yang hanya berupa imbauan dan insentif," ujarnya.

Selain itu, aksi demonstrasi ini juga menyoroti penolakan terhadap status kemitraan yang selama ini diterapkan oleh perusahaan kepada para pengemudi. Menurut Lily, status kemitraan tersebut hanya dijadikan dalih oleh perusahaan untuk menghindari kewajiban dalam membayar THR serta hak-hak lainnya bagi para pekerja.

"Padahal, pengemudi ojek online telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. Bisnis platform sangat diuntungkan dengan keuntungan besar, sementara kesejahteraan pengemudi dikorbankan," ungkapnya.

Para pengemudi juga menuntut hak yang setara dengan pekerja lainnya, seperti memperoleh upah minimum, upah lembur, cuti haid dan melahirkan, serta jam kerja maksimal delapan jam sehari.

"Insentif yang diberikan oleh perusahaan platform selama ini tidak menyejahterakan pekerja. Sebaliknya, sistem tersebut justru memaksa pengemudi untuk terus bekerja tanpa istirahat dan melampaui batas jam kerja yang telah ditetapkan," pungkasnya.