Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik yang berlaku sejak 6-17 Mei 2021 guna mengendalikan potensi penularan COVID dari masyarakat kota ke keluarga di kampung halaman.

Meski larangan ini berlaku, pemerintah tetap menyangsikan kepatuhan masyarakat terhadap aturan tersebut.

Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengaku, ada kekhawatiran pemerintah terhadap aktivitas mudik 2021 yang berkaca pada tahun lalu. Menurutnya, akan masih ada pemudik yang nekat bepergian.

Bahkan diprediksi, jumlah pemudik nakal mencapai 13 persen dari 73-80 juta orang yang biasa melakukan mudik lebaran. Atau terdapat sekitar 10 juta pemudik nekat pada periode lebaran 2021.

"Dan 10 juta itu cukup heboh. Cukup semrawut, dua kali lipat penduduk Singapura," ujar Muhadjir dalam keterangannya, Rabu, 21 April.

Karena itu, Muhadjir mengatakan, pihaknya tengah berupaya mencari cara untuk meminimalisir jumlah warga yang tidak mematuhi larangan mudik itu. 

Muhadjir menuturkan, seandainya pemerintah tidak memberlakukan larangan mudik maka ada sekitar 73 juta orang yang berpergian kampung halamannya tahun ini. 

Menurutnya, pemerintah tidak akan sanggup menegakkan disiplin swab test sebagai syarat jalan bagi 73 juta pemudik secara bersamaan.

"Kita khawatir nanti banyak surat keterangan sehat abal-abal dan itu tidak akan bisa terkendali. Kita khawatirkan juga akan ada kerumunan yang tidak terencana," jelasnya.

Selain itu, tambah Muhadjir, momentum lebaran bisa menjadi petaka besar bagi masyarakat dan bangsa Indonesia jika pelarangan mudik tak dikeluarkan pemerintah. Dipastikan, lonjakan kasus akibat penularan COVID-19 akan lepas kendali seperti yang terjadi di India.

"Beberapa daerah mudik juga akan kelimpahan orang dan pasti akan lengah. Kumpul tanpa masker tidak tahu siapa yang sehat yang tidak sehat. Akan lengah dan ditumpang euforia lebaran hari raya itu," kata Menko Muhadjir.