Bagikan:

JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menantang aparat penegak hukum baik Kejaksaan Agung (Kejagung), Kepolisian RI (Polri), atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk berani mengusut korupsi di kasus pagar laut misterius di perairan Tangerang.

Mahfud mengapresiasi langkah semua instansi terkait kelautan yang tak takut lagi turun langsung ke laut setelah adanya perintah dari Presiden Prabowo. Namun dia mengingatkan bahwa kasus ini bukan pelanggaran biasa karena dinilai masuk dalam kategori perampokan terhadap kekayaan negara.

“Satu yang belum dan itu sangat penting, yaitu sampai saat kita bicara ini, ini belum ada kejelasan proses hukum. Padahal, ini pelanggaran hukum luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam yang dilindungi Undang-Undang (UU),” ujar Mahfud dalam keterangannya, Rabu, 29 Januari.

Mahfud menegaskan, dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak pernah ada hak guna laut atau HGB di laut, yang ada hanya hak guna bangunan di tanah. Dia menilai, sertifikat HGB yang diberikan di atas air dan sudah dibuatkan kavling-kavling itu menandakan memang ada niat jahat. Ia menduga, ketika sudah penuh karena abrasi dan tampak menjadi daratan, tanahnya akan dibagi, diukur per meternya dan jadi reklamasi.

Oleh karena itu, Mahfud mendorong Kejagung, Polri atau KPK segera mengambil tindakan untuk memproses hukum pidananya. Sebab menurutnya, kasus pagar laut ini sudah jelas hukum pidana karena sudah ada sertifikat yang dikeluarkan.

Mahfud menerangkan, keluarnya sertifikat di atas laut jadi bukti ada penipuan atau penggelapan. Karena laut tidak boleh disertifikatkan, kata dia, polisi bisa langsung memproses. Namun menurutnya, dalam kasus ini diduga kuat ada kolusi, permainan dengan pejabat-pejabat terkait yang pasti melibatkan uang.

“Kenapa bermain dengan pejabat, karena bisa ke luar sertifikat resmi, bukan hanya satu, pasti itu kejahatan, kalau sudah kejahatan tinggal, kalau mau diambil aspek korupsinya karena pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, siapapun memiliki kewenangan untuk memproses dan siapa saja yang bertindak lebih dulu tidak dapat diganggu instansi-instansi yang lain.

“Semuanya berwenang, dan tidak usah berebutan, siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu itu tidak boleh diganggu oleh dua institusi lain. Nah, ini saling takut kayaknya, saya heran nih aparat kita kok takut pada yang begitu-begitu, sehingga mencurigakan,” kata Mahfud.

Terlebih, tambahnya, dalam psikologi birokrasi di Indonesia, bawahan itu selalu takut pada atasan dan bawahan kerap disalahkan jika bertindak tanpa arahan dari atasan. Karenanya, Mahfud berharap, atasan tertinggi dari semua aparat penegak hukum, Presiden Prabowo, tegas saja memberikan perintah.

“Kenapa tidak ada penjelasan bahwa ini sudah diselidiki oleh polisi, ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung, jangan sampai kasusnya hilang, nanti habis dibongkar, semuanya diam-diam karena sudah mendapatkan bagian atau saling melindungi, lalu kasus ini hilang, padahal ini kasus serius,” pungkas Mahfud.