JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mengaku pihaknya banyak kehilangan ASN yang memiliki kecakapan dalam bekerja.
Namun, kata Tjahjo, pemerintah harus kehilangan karena mereka terbongkar terpapar paham radikalisme hingga terorisme ketika menjalani tes potensi akademik (TPA).
"Kami banyak kehilangan orang-orang pintar yang dia seharusnya bisa duduk di eselon 1, eselon II, kepala badan atau lembaga. Tapi dalam TPA, dia terpapar dalam masalah radikalisme terorisme," kata Tjahjo dalam diskusi virtual, Minggu, 18 April.
Diketahui, dalam PAsal 87 Ayat (4) UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN dinyatakan bahwa yang tidak sepakat dengan Pancasila bisa mendapatkan sanksi tegas. Sanksi tersebut bisa diberhentikan dari jabatan dan keanggotaannya di pegawai negeri.
BACA JUGA:
Bahkan, Tjahjo menuturkan KemenPAN-RB telah memiliki data PNS yang terpapar. Hal itu ditelusuri dari media sosial hingga transaksi keuangannya melalui PPATK.
"(Sanksi) ini tanpa ampun. Kami sudah ada datanya medsosnya kita pegang kedua lewat PPATK dan sebagainya. Saya kira ini kita cermati bersama-sama," ujar dia.
Sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil jajak pendapat sebanyak 76,9 Persen PNS mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah.
Lalu ada 78,9 Persen PNS yang mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/divisi.
Sisanya, 15,1 persen PNS mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah. Lalu, ada 14,1 Persen PNS yang mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/divisi.
"Mayoritas responden tidak keberatan jika orang yang berbeda agama menjadi kepala bagian/divisi, atau menjadi pimpinan K/L/Perangkat Daerah," papar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat menjelaskan survei yang dilakukan pada periode 3 Januari hingga 31 Maret tersebut.