TASIKMALAYA – Polres Tasikmalaya terus mendalami kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh seorang pria dewasa terhadap anak laki-laki di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyelidikan dilakukan untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain sehingga penanganan kasus dapat dilakukan secara menyeluruh dan tepat.
"Kami terus dalami kemungkinan ada korban lain," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya, AKP Ridwan Budiarta, dikutip ANTARA Rabu 15 Januari.
Polisi telah menetapkan Supriadi (44), seorang pelaku usaha toko kelontong, sebagai tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan saksi, tersangka mengaku telah melakukan perbuatan asusila terhadap dua anak remaja di lingkungan tempat tinggalnya.
Menurut AKP Ridwan, tersangka menggunakan modus memberikan fasilitas internet gratis kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Akses internet tersebut kemudian digunakan untuk merayu korban melakukan tindakan yang tidak pantas.
"Tersangka mengaku melakukan aksinya di teras musala di lingkungan rumahnya. Ia menyatakan sudah berbuat seperti itu sejak beberapa bulan lalu," ungkap Ridwan.
Tersangka juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah menjadi korban pelecehan serupa ketika masih berusia pelajar. Namun, kasus tersebut tidak dilaporkan kepada keluarganya dan ia tidak menerima pemulihan psikologis.
"Tersangka menjadi korban beberapa tahun silam. Karena tidak mendapatkan pemulihan atau 'treatment', akhirnya ia menjadi pelaku," tambah Ridwan.
Polisi mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban atau mengetahui adanya korban lain untuk segera melapor. Langkah ini tidak hanya untuk penegakan hukum, tetapi juga agar korban dapat menerima pemulihan psikologis yang diperlukan.
"Kalau ada yang menjadi korban, silakan melapor. Jangan takut. Kita akan bantu melakukan pemulihan psikologis agar korban tidak mengulangi kejadian serupa atau bahkan menjadi pelaku di kemudian hari," ujar Ridwan.
BACA JUGA:
Saat ini, Supriadi mendekam di Rumah Tahanan Polres Tasikmalaya untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini terbongkar setelah orang tua salah satu korban merasa curiga terhadap perubahan perilaku anaknya. Setelah mendapatkan informasi mengenai perbuatan tersangka, orang tua korban melaporkannya kepada pihak kepolisian.