Bagikan:

TANGERANG - Pelaku pemasang pagar laut di Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang mendapatkan Rp125 ribu perharinya. Hal ini diketahui berdasarkan keterangan dari tukang yang melakukan pemasangan pagar tersebut.

Diketahui Pagar Misterius terbentang dari Teluknaga hingga Kronjo, Kabupaten Tangerang. Panjang diperkirakan mencapai 30,16 Km. Hal ini pun menganggu aktivitas nelayan yang mencari ikan di pinggir pantai.

“Kalau di atas Rp100 ribu, kalau engga Rp125 ribu perhari,” kata nelayan di Pulau Cangkir, Heru saat ditemui Jumat, 10 Januari, pagi hari.

Dia juga menyebut pengerjaannya telah memakan waktu 3 bulan untuk di Pulau Cangkir. Maka, jika dikalkulasikan mencapai Rp9 juta.

Kendati demikian, jika dihitung dari Teluknaga, Kabupaten Tangerang, kata Heru, setiap tukangnya bisa mendapatkan belasan juta rupiah.

“Pengejaraannya seselainya itu dari Tanjung Burung ke sini kurang lebih 5-6 bulanan. Kalau disini sekitar 3 bulanan,” katanya.

Heru menuturkan bila tukang-tukang yang memasangkan pagar itu berasal dari desa Ketapang, Mauk, Kabupaten Tangerang. Lantaran posisi desa Ketapang yang jaraknya cukup dekat dengan di wilayahnya.

“Tukangnya dari Mauk, (Desa) Ketapang. Mungkin ada oeang desa Kohod. Jadi setiap wilayah itu diambil tenaga di wilayahnya masing-masing, cuman orang Kronjonya engga ada yang mau. Yang kerja itu krnag terdekat, orang ketepang. Aturannya yang punya wilayahnya,” ujarnya

Sebagai informasi nelayan di perairan Ketapang, Mauk, Kabupaten Tangerang, Jayadi (nama samaran) mengaku mendapatkan intimidasi saat ingin protes adanya pemasangan pagar laut Tangerang yang terbuat dari bambu.

Saat itu warga bersama-sama protes karena adanya pemasangan pagar tersebut. Namun, warga mengaku didatangi oleh salah satu orang yang dianggap penting di desanya, yang biasa dipanggil Jaro.

Jaro meminta kepada warga untuk tidak usah ikut campur, jika tidak ingin terkena masalah.

“Jangan macam-macam, mau dilaporin polisi? Ini proyek besar,” kata Jayadi, salah satu warga menirukan ucapan Jaro.

Setelah mendapatkan peringatan itu, dia memilih untuk pura-pura tidak tahu. Sebab Jayadi merasa takut dengan ancaman tersebut.

“Ya sudah diam saja, kalau rakyat kecil mah gimana kalau sudah urusan sama polisi mah,” ungkapnya.