JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap PAW Harun Masiku. Hasto diduga menjadi donatur suap senilai Rp600 juta kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.
Selain itu, Hasto diduga memerintahkan Harun untuk merendam ponselnya ke dalam air guna menghilangkan jejak dalam operasi tangkap tangan (OTT) Januari 2020. Ia juga disebut membungkam sejumlah saksi agar tidak memberikan keterangan sebenarnya kepada penyidik.
Meski demikian, komisi antirasuah tersebut belum melakukan penahanan terhadap Hasto. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan bagi pakar Hukum Pidana dan Antropologi Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi.
BACA JUGA:
“Semestinya usai ditetapkan sebagai tersangka, KPK langsung melakukan upaya penahanan terhadap Hasto. Kalau KPK penegak hukum yang benar, setelah melakukan penetapan tersangka ya segera ditangkap dan ditahan,” katanya, Minggu 29 Desember 2024.
Menurut Fachrizal, KPK seharusnya belajar dari penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung, dimana akan langsung menahan sesorang usai menetapkan tersangka. Sebab, langkah KPK yang terkesan lamban dalam proses hukum yang melibatkan Hasto justru menimbulkan kecurigaan adanya indikasi politisasi.
“Kali aja ada perintah “jangan tangkap dulu, nanti kebuka semua”. Nah artinya menunjukkan bahwa KPK tidak independen. Untuk menepis anggapan-anggapan seperti itu, akan lebih baik bila KPK segera menangkap dan menahan Hasto Kristiyanto,” imbuhnya.