Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani merespon penetapan tiga tersangka kasus kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr Aulia Risma Lestari. Lalu meminta kampus lain juga berbenah menyikapi kasus bullying dan pemerasan pada peserta didiknya. 

Pria yang akrab disapa Lalu Ari ini mengatakan, kasus bullying dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Sebab kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.

"Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!," tegas Lalu Ari, Kamis, 26 Desember. 

Legislator Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) II itu pun mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia. Walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

"Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia," kata Lalu Ari. 

Ketiga tersangka itu adalah Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinsial ZYA.

Lalu Ari juga memberi perhatian pada kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS yang mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut. Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp 1 juta hingga Rp 25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.

Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.

Tidak hanya itu, peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.

Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta.

Politisi PKB itu menegaskan, hasil kajian KPK harus menjadi pelajaran bagi kampus yang menyelenggarakan program PPDS. Dia menilai, kampus-kampus harus membersihkan praktik yang menyimpang. 

"Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban," tandas Lalu Ari