Bagikan:

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memberikan tanggapan terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai usulan memaafkan koruptor asalkan mereka mengembalikan uang hasil korupsi.  

"Maksud beliau itu baik, bagaimana menyadarkan orang atas kekeliruan perilakunya. Yang paling penting adalah asset recovery (pemulihan aset) atau mengembalikan uang negara yang mereka curi. Itu sebenarnya menjadi target utama," kata Yusril pada 20 Desember.  

Menurut Yusril, wacana Presiden Prabowo ini merupakan langkah sistematis untuk menyelesaikan persoalan korupsi yang sudah lama membebani masyarakat.

Ia menilai, upaya pemberantasan korupsi selama ini belum memberikan hasil yang memuaskan, dengan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang cenderung memburuk.  

Yusril menegaskan bahwa pemulihan aset negara yang dicuri harus menjadi prioritas utama, disertai dengan perbaikan sistem penegakan hukum yang lebih efektif dan efisien.  

"Pendekatan baru diperlukan untuk menyelesaikan masalah korupsi ini. Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UN Convention Against Corruption) pada 2006, aturan-aturan tentang korupsi semestinya menekankan pada pemulihan aset dan kesadaran pelaku, bukan hanya efek jera atau penghukuman," jelasnya.  

Yusril juga menjelaskan mekanisme hukum yang dapat ditempuh. Menurutnya, Presiden memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Amnesti dapat diberikan kepada pelaku yang telah menjalani hukuman, sedangkan abolisi bisa diterapkan pada mereka yang masih dalam proses hukum, asalkan bersedia mengembalikan kerugian negara.  

Ia mengacu pada pengalaman sebelumnya, seperti amnesti terhadap tahanan politik pada era Presiden Habibie dan abolisi untuk anggota Gerakan Aceh Merdeka di masa Presiden Gus Dur. Dalam konteks wacana ini, pelaku korupsi yang mengembalikan uang negara dapat diampuni untuk mempercepat pemulihan aset.  

Yusril menambahkan bahwa rancangan keputusan presiden terkait amnesti dan abolisi dapat menjadi langkah konkret dalam merealisasikan gagasan tersebut. Ia juga mengapresiasi gaya komunikasi Presiden Prabowo yang dinilainya efektif.  

"Bahasa Pak Prabowo, seperti 'siapa yang tobat dan mengembalikan hasil curian akan dimaafkan,' adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat," ujarnya.