Komitmen Pemerintah China untuk Melarang Konsumsi Satwa Eksotik
Ilustrasi anjing dan kucing (Image by 2allmankind from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Shenzhen menjadi Kota pertama di China yang melarang penjualan dan konsumsi daging anjing dan kucing. Hal itu terjadi pasca diduga kuat virus baru corona yang menjadi pandemi tersebut berasal dari satwa liar. 

Menindak lanjuti temuan itu, Shenzhen melangkah lebih jauh dengan mengeluarkan beleid untuk melarang konsumsi hewan-hewan eksotik. Aturan itu akan mulai berlaku pada 1 Mei. 

Hal ini tentu akan bertentangan dengan kebiasaan sebagian warga China yang gemar mengkonsumsi daging dari hewan-hewan eksotik, tak terkecuali anjing dan kucing. Di sisi lain mayoritas warga juga tidak mendukung penjualan dan konsumsi daging tersebut di pasaran. 

"Anjing dan kucing sebagai hewan peliharaan telah menjalin hubungan yang dekat dengan manusia daripada semua hewan lain. Melarang konsumsi anjing, kucing, serta hewan peliharaan lain adalah hal lumrah yang terjadi di negara-negara maju dan di Hong Kong serta Taiwan," kata pemerintah kota Shenzhen yang dikutip BBC

Kebiasaan memakan anjing maupun kucing di China memang tak biasa. Tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa faktanya, angka pembunuhan dua binatang yang dianggap sebagai sahabat manusia itu tidaklah sedikit.

Menurut catatan organisasi advokasi hewan Human Society International (HSI) tercatat sekitar 30 juta anjing per tahun dibunuh di seluruh Asia untuk diambil dagingnya. Sementara itu di China jumlah itu tercatat hampir lebih dari 30 persennya. Oleh karena itu HSI sangat mendukung kebijakan pemerintah Shenzhen ini. 

"Ini benar-benar menjadi momen penting untuk mengakhiri perdagangan brutal yang membunuh sekitar 10 juta anjing dan 4 juta kucing di China setiap tahun," kata DR Peter li, pengamat kebijakan China dari HSI. 

Sebelumnya, pada bulan Februari, otoritas China sudah melarang perdagangan dan konsumsi hewan liar. Langkah itu muncul setelah pasar hewan di Wuhan diduga kuat menjadi titik awal penyebaran virus corona baru. Berita ini membuat pemerintah China menindak tegas perdagangan dan pasar yang menjual produk-produk dari satwa liar.

Empedu Beruang

Terlepas dari adanya ketegasan pemerintah China menindak lanjuti kasus ini, masih ada hal yang disayangkan. Pasalnya, pada saat yang sama dengan putusan melarang perdagangan dan konsumsi anjing dan kucing, China justru masih menyetujui penggunaan empedu beruang untuk mengobati pasien virus corona.

Bukan tanpa sebab, empedu beruang memang sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok. Memang belum ada penelitian lebih lanjut dari soal khasiat dari empedu beruang tersebut.

Hanya saja, senyawa aktif dari zat asam ursodeoxycholic yang ada pada empedu beruang diyakini dipercaya dapat melarutkan batu empedu dan mengobati penyakit hati. Tapi sampai detik ini belum ada bukti bahwa empedu beruang efektif melawan COVID-19. Belum lagi soal proses pengambilannya yang menyakitkan dan menyusahkan bagi hewan. 

Salah satu yang tak sepakat soal pemanfaatan empedu beruang ini adalah Animals Asia Foundation. Juru bicaranya Brian Daly bilang, "Kita seharusnya tidak mengandalkan produk-produk satwa liar seperti empedu beruang sebagai solusi untuk memerangi virus mematikan yang tampaknya berasal dari satwa liar," katanya. 

Sekarang ada lebih dari satu juta kasus yang terkonfirmasi COVID-19 di seluruh dunia, dan mengakibatkan kematian sebanyak 47.000 menurut penghitungan Universitas Johns Hopkins. Sementara di China sendiri, tercatat ada 81.589 kasus yang dikonfirmasi dengan 3.318 kematian. 

Saat ini para ilmuwan masih belum bisa memastikan darimana sumber virus itu sebenarnya, dan bagaimana penyebarannya ke manusia.