Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) umum untuk mengusut dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan hal baru. Ada beberapa perkara yang disidik lebih dulu baru ditetapkan tersangka setelahnya.

"Itu adalah opsi yang bisa digunakan. Jadi kalau selama ini KPK tidak menggunakan opsi itu, saat ini ada beberapa perkara yang memang menurut penyelidik penyidik maupun dari hasil diskusi dengan pimpinan, bisa digunakan sprindik umum," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip Jumat, 20 Desember.

Tessa memastikan penerbitan sprindik umum ini semata-mata hanya terkait strategi penanganan perkara. "Jadi tidak mundur tetapi kami menggunakan opsi maupun strategi yang berbeda sebagaimana perkara yang sprindiknya sudah ada nama tersangka," tegasnya.

Sementara saat dihubungi terpisah, Tessa menyebut setidaknya ada dua kasus korupsi yang awalnya menggunakan sprindik umum. Salah satunya dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).

Ketika itu, komisi antirasuah melakukan penyidikan dengan memanggil sejumlah saksi dan melakukan penggeledahan kemudian menetapkan empat tersangka setelahnya. Mereka adalah Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi; Harry MAC selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan; Yusuf Hadi yang menjabat sebagai Direktur Komersial dan Pelayanan; dan Adjie selaku pemilik PT Jembatan Nusantara.

Diberitakan sebelumnya, KPK kekinian melakukan penyidikan dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Belum ada tersangka yang ditetapkan karena menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

Sumber VOI menyebut sprindik umum itu diterbitkan minggu ketiga bulan Desember. Belum ada tersangka yang ditulis di dalamnya tapi ada dua orang atau bahkan lebih yang berpotensi dijerat setelah penggeledahan dilakukan pada Senin malam, 16 Desember.

Sementara itu, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan menyebut dugaan korupsi muncul karena uang yang seharusnya dinikmati masyarakat justru mengalir ke yayasan tak jelas. Sehingga, negara merugi karena anggaran yang dikeluarkan cukup besar.

"Jadi BI itu punya dana CSR kemudian beberapa persen daripada sebagian itu, itu diberikan ke yang tidak proper lah, kurang lebih begitu," kata Rudi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Desember.

"(Mengalir ke, red) yayasan-yayasan yang kita duga tidak tepat untuk diberikan," sambungnya.