JAKARTA - Komisi Disabilitas Daerah (KKD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan telah mendapatkan rekaman video aksi seorang tunadaksa atau disabilitas tanpa tangan berinisial IWAS dalam menjalankan modus pelecehan seksual terhadap korbannya.
Ketua KDD Provinsi NTB Joko Jumadi mengatakan, pihaknya mendapatkan rekaman video tersebut dari seorang perempuan usia dewasa yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual IWAS.
"Rekaman video itu ada, tetapi belum bisa kami buka. Nantinya tetap akan masuk bukti di kepolisian," kata Joko di Mataram, Selasa, 3 November, disitat Antara.
Ia menyampaikan bahwa perempuan yang mengaku sebagai korban dan pemilik rekaman video tersebut kini sedang menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah NTB.
"Yang jelas, ini (korban usia dewasa), yang sedang di-BAP (berita acara pemeriksaan) hari ini, korban baru yang masuk proses pengembangan kepolisian, bukan dari yang tiga korban pertama," ujarnya.
Selain rekaman video dari korban usia dewasa, Joko juga menyampaikan ada rekaman video dari korban usia anak.
"Yang anak-anak ini ada (rekaman video). Hanya saja belum kami dapatkan karena kejadiannya memang cukup lama, tahun 2022," ucap dia.
Joko menerangkan bahwa dari 10 korban yang melapor ke KDD Provinsi NTB, dua orang di antaranya kini masuk pemeriksaan di Polda NTB. Dua korban tersebut berusia dewasa.
"Untuk korban lain, ini masih tarik ulur, mau sampaikan ke kepolisian atau tidak. Yang jelas, hari ini sudah ada dua korban usia dewasa yang mau berikan kesaksian di Polda NTB. Untuk yang usia anak, tiga orang, itu belum, masih ditangani LPA (Kembaga Perlindungan Anak)," kata Joko.
BACA JUGA:
Dalam kasus IWAS ini, penyidik Polda NTB telah melimpahkan berkas ke jaksa peneliti. Berkas tersebut turut dilengkapi dengan keterangan ahli dari Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) dan hasil visum korban.
Dalam berkas pemeriksaan, penyidik juga menguraikan modus perbuatan pidana tersangka IWAS dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologi korban.
Penyidik menetapkan IWAS sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Sebagai tersangka, penyidik melakukan penahanan terhadap IWAS dengan menetapkan yang bersangkutan dalam status tahanan rumah.
KDD Provinsi NTB dalam kasus ini memberikan bantuan hukum kepada IWAS. Meskipun dalam posisi tersebut, KDD tetap menunjukkan sikap objektivitas dengan membuka ruang kepada publik terkait kasus ini, termasuk menampung laporan dari masyarakat yang mengaku sebagai korban.