Bagikan:

MATARAM - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat(NTB)  membuka posko layanan pelaporan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban pelecehan dari tersangka penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS.

"Kami membuka posko bagi yang pernah merasa menjadi korban atau bisa juga menghubungi 081138830666," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah dilansir ANTARA, Rabu, 4 Desember.

Dia menjelaskan dasar pihak kepolisian membuka posko layanan pelaporan ini untuk menanggapi adanya sejumlah perempuan dewasa yang berdatangan ke Polda NTB dan mengaku sebagai korban IWAS.

"Jadi, sampai saat ini yang sudah kami periksa ada empat korban," ujarnya.

Ketua Komisi Disabilitas Daerah Provinsi NTB Joko Jumadi sebelumnya menyebutkan hingga Selasa (3/12), sudah ada 10 orang yang mengaku sebagai korban IWAS.

Angka korban ini, kata Joko di luar dari jumlah korban yang masuk dalam proses penyidikan kepolisian. Dari 10 korban yang melapor ke KDD Provinsi NTB, tiga di antaranya masih berusia anak.

Untuk penanganan korban usia anak, Joko mengatakan pihaknya sudah menyerahkan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat sebelumnya juga menyampaikan bahwa pihaknya membuka ruang kepada masyarakat dalam kasus ini.

Apabila ada yang merasa menjadi korban, dia mempersilakan agar melaporkan secara resmi ke kepolisian.

Syarif memastikan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Polda NTB menangani kasus IWAS yang kini masuk dalam tahap penelitian berkas oleh jaksa tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan korban yang berstatus mahasiswi.

Dalam kasus tersebut, penyidik mendapatkan bukti keterangan dari dua korban. Selain itu, ada alat bukti lain berupa hasil visum korban, saksi dari rekan korban dan tersangka maupun pemilik sebuah penginapan yang menjadi lokasi eksekusi.

Alat bukti juga dikuatkan dengan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Dalam berkas, penyidik turut menguraikan modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban. Modus tersebut dilakukan dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Sembari menunggu hasil penelitian jaksa, penyidik kepolisian memperpanjang masa penahanan tersangka IWAS dalam status tahanan rumah dalam jangka waktu 40 hari ke depan terhitung sejak Selasa (3/12).