JAKARTA - Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, mempublikasikan sebuah video yang memperlihatkan seorang sandera Israel yang juga memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat berbicara langsung kepada Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump.
"Dengan hormat kepada Presiden Trump, saya adalah warga Amerika-Israel yang saat ini ditahan di Jalur Gaza. Sebagai warga Amerika, saya percaya pada kekuatan negara saya, dan sekarang saya memohon pertolongan Anda," kata Eden Alexander seperti dikutip Antara.
"Tolong gunakan pengaruh dan kekuatan penuh Amerika Serikat untuk membantu pembebasan kami. Setiap hari di sini terasa begitu berat, dan rasa sakit yang kami alami terus bertambah. Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh Presiden Joe Biden," lanjutnya.
Alexander menuding bahwa bantuan senjata yang dikirimkan oleh pemerintahan Biden telah mengakibatkan tewasnya para sandera. Ia juga mengkritik pengepungan yang menyebabkan kelaparan, seraya berharap agar dirinya tidak bernasib sama seperti sandera lainnya yang meninggal.
Dalam pesan lain yang ditujukan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Alexander mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui adanya iming-iming hadiah 5 juta dolar AS (sekitar Rp79,2 miliar) bagi siapa saja yang berhasil membawa sandera kembali hidup-hidup.
"Seorang pemimpin seharusnya melindungi rakyatnya dan tentaranya, tetapi Anda telah meninggalkan kami," ucap Alexander.
Saat ini, lebih dari 10.000 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel, sementara di Gaza, diperkirakan terdapat 101 sandera asal Israel. Hamas menyatakan bahwa puluhan sandera telah tewas akibat serangan udara yang dilancarkan secara sembarangan oleh Israel.
Kritik terhadap Netanyahu juga datang dari pihak oposisi dan keluarga sandera. Mereka menuduh Netanyahu enggan menghentikan perang atau menarik pasukan dari Gaza karena takut kehilangan dukungan dalam pemerintahan koalisinya, yang terancam bubar akibat tekanan dari menteri-menteri berhaluan ekstrem.
BACA JUGA:
Sementara itu, Hamas menyatakan bahwa konflik tidak akan berakhir kecuali Israel menghentikan serangan militernya di Gaza. Sejak Oktober 2023, serangan tersebut telah merenggut hampir 44.400 nyawa.
Tahun kedua konflik di Gaza mendapat sorotan internasional, dengan banyak pihak mengecam tindakan Israel yang dianggap sebagai upaya pemusnahan sistematis terhadap populasi.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel kini menghadapi gugatan atas tuduhan genosida di Pengadilan Internasional terkait serangan mematikan yang terjadi di Gaza.