Bagikan:

JAKARTA - Serangan militer Israel menewaskan 12 orang di sebuah rumah di Kota Gaza pada Sabtu, 4 Januari 2025, dini hari waktu setempat.

Petugas medis Palestina melaporkan jumlah korban tewas akibat serangan di Gaza kini menjadi 65 orang selama sehari terakhir, saat para mediator meluncurkan gencatan senjata baru di Qatar.

Warga dan petugas medis mengatakan sedikitnya 14 orang berada di rumah keluarga Al-Ghoula saat serangan terjadi dini hari, yang menghancurkan bangunan tersebut.

Orang-orang menyisir puing-puing untuk mencari kemungkinan korban selamat yang terjebak di bawah puing-puing. Petugas medis mengatakan beberapa anak termasuk di antara mereka yang tewas.

Beberapa api dan jejak asap terus mengepul dari perabotan yang terbakar di reruntuhan beberapa jam setelah serangan.

"Sekitar pukul 2 pagi, kami terbangun oleh suara ledakan besar." kata Ahmed Ayyan, tetangga keluarga Al-Ghoula, seraya menambahkan bahwa 14 atau 15 orang telah tinggal di rumah tersebut.

"Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, mereka semua warga sipil, tidak ada seorang pun di sana yang menembakkan rudal, atau dari pihak perlawanan," kata Ayyan melansir Reuters.

Tidak ada komentar langsung dari militer Israel mengenai insiden tersebut. Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu bahwa pasukannya telah melanjutkan operasi mereka minggu ini di Kota Beit Hanoun, di tepi utara daerah kantong tersebut, tempat tentara telah beroperasi selama tiga bulan dan telah menghancurkan sebuah kompleks militer yang telah digunakan oleh Hamas.

Di Jabalia, serangan udara Israel menewaskan tiga warga Palestina. Sebelumnya, serangan udara Israel lainnya menewaskan tiga orang di dalam mobil di sebelah timur kota pusat Deir Al-Balah.

Kematian pada Sabtu membuat jumlah korban menjadi 65 sejak Jumat, 3 Januari 2025.

Sementara itu, peningkatan operasi Israel dan jumlah warga Palestina yang tewas dalam beberapa hari terakhir terjadi di tengah dorongan baru untuk mencapai gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama 15 bulan dan memulangkan sandera Israel sebelum Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menjabat pada 20 Januari.

Mediator Israel dikirim untuk melanjutkan pembicaraan di Doha yang ditengahi oleh mediator Qatar dan Mesir, dan pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, yang membantu menengahi pembicaraan, mendesak Hamas pada Jumat untuk menyetujui kesepakatan.

Hamas mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mencapai kesepakatan, tetapi tidak jelas seberapa dekat kedua belah pihak.

Kemudian pada Sabtu, kelompok bersenjata Israel merilis sebuah video yang memperlihatkan seorang sandera perempuan Israel--yang diidentifikasi oleh media Israel sebagai seorang tentara--mendesak Israel untuk berbuat lebih banyak untuk mengamankan pembebasan para sandera.

Dia mengatakan bahwa nyawanya dan tawanan lainnya dalam bahaya karena aksi militer Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

Belum ada komentar langsung dari militer Israel, yang sebelumnya menyebut video semacam itu sebagai "perang psikologis" oleh Hamas.

Israel melancarkan serangannya ke Gaza sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, saat militan menyerbu komunitas perbatasan dari Gaza, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut penghitungan Israel.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, kampanye militer Israel, dengan tujuan yang dinyatakan untuk membasmi Hamas, telah meratakan sebagian besar wilayah tersebut, mengusir sebagian besar orang dari rumah mereka, dan telah menewaskan 45.717 warga Palestina.