JAKARTA - Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) menyebut belum ada persiapan khusus terkait rencana pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, ke negara asalnya, Filipina.
"Sampai sekarang belum ada (persiapan)," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan mengutip Antara.
Herwatan menjelaskan perihal teknis pemindahan itu Kejati DIY masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak Kejagung RI, menurut Herwatan, arahan terkait mekanisme pemindahan Mary Jane masih menunggu data dari Kementerian Luar Negeri RI.
"Tadi pagi saya koordinasi dengan Kejagung infonya Kejagung tunggu data dari Kemenlu," ujar dia.
Hingga saat ini Mary Jane masih berada di Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Wonosari, Gunung Kidul.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) DIY Agung Rektono Seto menegaskan bahwa Mary Jane masih berstatus sebagai tahanan titipan kejaksaan.
Kendati Mary berada di Lapas Perempuan Yogyakarta, menurut dia, status hukumnya sepenuhnya berada di bawah kewenangan kejaksaan. "Kami hanya dititipi di lapas," ucap Agung.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso dipindahkan ke Filipina dalam status masih sebagai narapidana.
Ditegaskan pula bahwa Mary Jane bukan dibebaskan dari hukuman. Pemerintah Indonesia memindahkan yang bersangkutan ke negara asalnya dalam hukum pidana.
Kebijakan pemindahan Mary Jane telah disetujui Presiden RI Prabowo Subianto.
Di sisi lain, koordinasi dengan kementerian di bawah Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan juga telah dilakukan.
"Insya Allah, pada bulan Desember kebijakan ini sudah dapat dilaksanakan," ucap Yusril.
BACA JUGA:
Pada bulan April 2010, Mary Jane Veloso ditangkap di Bandara Internasional Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin.
Selanjutnya, pada bulan Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
Presiden RI Joko Widodo juga menolak permohonan grasi yang diajukan Mary Jane pada tahun 2014.
Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung diekseskusi dan dikembalikan ke Lapas Yogyakarta menyusul adanya permohonan dari otoritas Filipina terkait dengan pengakuan Maria Kristina bahwa Mary Jane diduga menjadi korban perdagangan manusia.