JAKARTA - Komisi XIII DPR mendukung keputusan Pemerintah yang memutuskan memulangkan terpidana mati kasus narkotika, Marry Jane Veloso ke Filipina. Keputusan ini disebut sebagai bentuk penghargaan Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip perjanjian antar bangsa.
"Sebagai negara yang juga meratifikasi konvensi PBB tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, Presiden telah dengan bijak mempertimbangkan putusan pemulangan Mary Jane," ujar Willy, Rabu 20 November.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memulangkan Mary Jane Veloso yang ditangkap di Yogyakarta pada April 2010 setelah kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin. Ia merupakan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba.
Selama persidangan, Mary Jane bersikukuh tidak bersalah dan mengeklaim narkoba tersebut dijahitkan di dalam kopernya tanpa sepengetahuan dirinya. Pemerintah Filipina selama lebih dari satu dekade terus berupaya melakukan diplomasi agar Mary Jane mendapat grasi.
Sebab meski mendapat hukuman mati, Mary Jane masih punya peluang mendapat grasi meskipun sempat ditolak Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Menurut Willy, langkah transfer prisoner (pemindahan tahanan) yang diambil Pemerintah saat ini terhadap Mary Jane menjadi preseden baik dan perlu dicontoh negara lain.
"Ini pembuktian penghargaan Presiden Prabowo terhadap Hak Asasi Manusia. Pertimbangan kemanusiaan dan prinsip persahabatan antar bangsa yang ditunjukan presiden," ucap Legislator dari dapil Jawa Timur XI itu.
BACA JUGA:
Ditambahkan Willy, keputusan pemulangan Mary Jane bisa menjadi modal besar Presiden Prabowo Subianto untuk lobi-lobi di dunia internasional. Pasalnya kasus Mary Jane telah lama menjadi perhatian pegiat HAM dari berbagai negara.
Catatan proses perkara hingga persidangan Mary Jane yang dapat diakses publik menjadi perbincangan karena prosedurnya yang dinilai kurang memenuhi asas peradilan.
"Pak Presiden tentu sangat matang mempertimbangkan mekanisme UNODC sebagai penghargaannya terhadap kedaulatan hukum Filipina dalam pergaulan internasional," terang Willy.
Transfer prisoner dalam United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) memiliki makna bahwa kasus Mary Jane ke depan akan diurus oleh negara asalnya yaitu Filipina. Di Filipina nanti, Marry Jane akan dinilai dalam bingkai hukum nasionalnya.
Oleh karenanya, Willy menyebut langkah yang diambil Pemerintah terkait kasus Mary Jane sudah tepat.
"Ini akan menjadi preseden dalam hubungan kerja sama lainnya antara Indonesia-Filipina dan negara lainnya,” ungkap pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan reformasi penegakan hukum dan HAM tersebut.
Dengan kasus Mary Jane, menurut Willy, Presiden Prabowo akan semakin tegak dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam kunjungan-kunjungan diplomatiknya. Langkah transfer prisoner yang dilakukan Pemerintahan Prabowo sebulan setelah pelantikannya dianggap akan menjadi pembuka langkah diplomatik yang bernilai tinggi.
“Ini kalau kita hitung dari pelantikan, tepat satu bulan. Ini titik cerah sebagai modal Presiden untuk berdiplomasi di Internasional,” pungkas Willy.