JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengaku mendapat banyak laporan terkait ketidaknetralan aparat negara di Pilkada Serentak 2024.
Aparat tersebut bahkan melakukan pemaksaan hingga menggulirkan politik uang kepada masyarakat untuk memilih pasangan calon kepala daerah tertentu.
Bahkan, semua pihak mengetahui hal tersebut melanggar peraturan perundang-undangan. Hal ini diungkapkan Megawati melalui tayangan video yang diputar di kantor DPP PDIP, Menteng Jakarta Pusat.
"Saya mendengar begitu banyak laporan terhadap institusi negara yang tidak netral. Mereka memaksakan pasangan calon tertentu dengan berbagai intimidasi dan sekaligus iming-iming sembako gratis, bahkan uang. Itu semua adalah bagian dari money politic," kata Megawati, Rabu, 20 November.
Presiden ke-5 RI ini menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengubah frasa lada pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018.
Putusan tersebut berbunyi "setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta".
"Ingat bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan yang sangat penting bahwa aparatur negara yang tidak netral bisa dikenakan sanksi pidana," tutur Megawati.
BACA JUGA:
Megawati menegaskan, semua peserta pemilihan kepala daerah dan partai-partai pengusulnya memiliki hak yang sama dalam mengikuti kontestasi demokrasi. Sehingga, ia menekankan semestinya masyarakat diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya.
"Kepada seluruh aparatur negara, pejabat kepala daerah, TNI, Polri, aparatur sipil negara, camat hingga kepala desa, saya serukan, sebagai rakyat juga yang punya hak yang sama, untuk bersikap netral dan tidak boleh berpihak," tegasnya.