Kasus Investasi Rp18 Miliar, Kejati NTB Siapkan Dakwaan Pencucian Uang
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) menyiapkan kembali dakwaan terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus penipuan saham investasi untuk kawasan wisata sebesar Rp18 miliar.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan dakwaannya kini sedang disiapkan, setelah salinan putusan sela yang menyatakan dakwaan JPU terhadap terdakwa H Zaenudin batal demi hukum diterima pada akhir pekan lalu.

"Jadi kami akan ajukan kembali dakwaannya. Sekarang tim sedang menyusunnya," kata Dedi di Mataram, dilansir Antara, Jumat, 9 April. 

Dalam putusan selanya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram menerima nota keberatan atau eksepsi terdakwa dan menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Dalam putusan sela tersebut, hakim memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.

Terkait dengan dikabulkannya eksepsi terdakwa ini, Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Theodora menjelaskan bahwa keputusan hakim itu berkaitan dengan syarat formil yang dilampirkan JPU dalam dakwaannya.

"Itu hanya menyangkut formalitas dakwaan. Dakwaan kurang lengkap," kata Theodora.

Namun JPU dikatakannya masih memiliki kesempatan untuk mengajukan kembali dakwaan baru.

"Dalam hal putusan sela ini, jaksa penuntut umum dapat mengajukan kembali dakwaannya, karena putusan sela ini hanya mengenai formil dakwaannya saja," ujarnya.

Terdakwa H Zaenudin sebelumnya didakwa menyamarkan harta hasil penipuan saham investasi untuk kawasan wisata sebesar Rp18 miliar. Uang itu dipergunakan untuk membeli aset pribadinya berupa tanah, kendaraan roda empat, rumah, dan kegiatan partai.

Awalnya H Zaenudin menawarkan penjualan tanah pada tahun 2011 kepada Andre Setiady Karyadi, pihak pelapor. Kemudian muncul kesepakatan senilai Rp45,39 miliar, sesuai perjanjian tertulis pada 12 Februari 2014.

Pelapor yang merupakan "nominee" (pinjam nama) dari penyandang dana asal Amerika bernama Steven kemudian sepakat dengan harga Rp18,39 miliar.

Setoran awal senilai Rp16,7 miliar kemudian dikirim Andre kepada Zaenudin. Sisanya Rp1,69 miliar bakal dilunasi setelah semua sertifikat tanah dibalik nama. Namun hasilnya, hanya tiga sertifikat hak milik (SHM) sukses balik nama.

Muncul masalah untuk tanah seluas 4 hektare di Pandanan, Kabupaten Lombok Barat yang diketahui masih tertera milik PT GWS seluas 5,5 hektare. Plang tanda kepemilikan tanah PT GWS itu sebelumnya dicabut terdakwa untuk meyakinkan Andre.

Tetapi, H Zen terus mengelak ketika dimintai sertifikat tanah tersebut. Nyatanya tanah itu memang milik orang lain, sehingga Andre meminta pembatalan perjanjian jual beli. Andre pun meminta pengembalian pembayaran yang diserahkan sebelumnya.

Namun, terdakwa tidak mampu mengembalikan uang tersebut karena sudah habis untuk dibelikan tanah. H Zen lalu menawarkan penggantian tanah seluas 4 hektare. Tanah itu kemudian terungkap bukan milik terdakwa, melainkan milik orang lain.