JAKARTA - Seperti halnya Obama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) banyak bercerita tentang sosok sang ayah dalam bukunya, Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan (2008).
Ia menggambarkan ayahnya sebagai seseorang yang mencintai tanah air dan memiliki kepekaan sosial yang begitu tinggi. Ayahnya berkeinginan kuat untuk membawa perubahan yang baik bagi daerah mereka di Belitung Timur. Oleh sebab itulah ia menentukan jalur studi anak-anaknya.
Pada awalnya, sang ayah memintanya untuk menjadi dokter karena tidak ada dokter yang berkenan untuk tinggal di daerah terpencil di kampung mereka. Namun, Ahok tidak berminat menjadi dokter dan lebih memilih menjadi insinyur geologi. Sedangkan adik-adiknya yang lain menuruti apa yang diinginkan sang ayah, mereka ada yang menjadi dokter, pengacara, dan juga pengusaha pariwisata.
Awal mula Ahok terjun ke dunia politik
Sadar dirinya berutang kepada sang ayah, Ahok akhirnya memutuskan kembali ke kampung halaman dan merintis bisnis di sana.
Pasca reformasi, Ahok melibatkan diri dalam politik. Harapannya, melalui politik ia dapat berbuat sesuatu untuk membantu masyarakat Belitung Timur. Pada awalnya, ia memulai kariernya dengan menjadi ketua cabang sebuah partai kecil, kemudian ia dicalonkan menjadi anggota DPRD kabupaten. Sejak saat itulah ia mencicipi jatuh bangun dalam kampanye.
Pada masa-masa itu juga, Ahok menyaksikan banyak partai lain yang menggunakan cara kotor money politic dalam kampanyenya. Ia juga melihat kenyataan lain; banyak rakyat yang memilih pemimpin hanya karena kaos gratis yang diberikan partai. Melihat fakta tersebut, Ahok berang dan memutuskan untuk melakukan kampanye dengan caranya sendiri tanpa cara yang curang. Ia memberi edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih orang yang mampu mengubah nasib mereka.
Ahok mengalami kekalahan pada pemilu, tetapi karena terdapat mekanisme sisa kursi, ia pun mendapat kursi di DPRD Belitung Timur. Pada saat itulah integritas seorang Ahok teruji. Rakyat merasakan dedikasinya dalam memperjuangkan nasib mereka melalui pernyataan dan tindakan yang diambil Ahok.
Pada akhirnya masyarakat mendukungnya untuk mencalonkan diri pada pilkada sebagai bupati Belitung Timur. Mulanya Ahok menolak, ia beralasan sangat sulit baginya untuk menang, sebab ia bagian dari minoritas etnis Tionghoa, sedangkan pemeluk Islam di Belitung Timur mencapai 98% dari keseluruhan populasi. Namun, karena dukungan yang kuat, Ahok maju dalam pencalonan dan didukung pula oleh parpol-parpol kecil.
Di luar dugaannya, Ahok dan pasangannya berhasil menang dengan perolehan suara di atas 60 persen. Itulah awal mula kariernya yang cemerlang; ia dilantik sebagai Bupati Belitung Timur untuk periode 2005-2010, dan tercatat sebagai bupati Tionghoa pertama dalam sejarah Indonesia.
Ahok memotong anggaran perjalanan dinas
Selama memegang jabatan, Ahok berkomitmen untuk membuat sejahtera rakyatnya dengan memotong anggaran perjalanan dinas bupati, yang kemudian dialokasikan untuk asuransi kesehatan seluruh warga Belitung Timur melalui PT Askes.
Program itu juga yang membuatnya tercatat sebagai bupati pertama di Indonesia yang memberikan Universal Health Care kepada warganya. Ahok juga menggratiskan biaya pendidikan bagi generasi muda di Belitung Timur saat itu, mulai dari yang masih bersekolah hingga ke jenjang S1.
Buku ini tidak hanya sebuah otobiografi semata, tetapi juga mengulas idealisme Ahok dalam memperjuangkan nasib rakyat kecil. Dari tulisan-tulisan dan kisahnya di dalam buku ini, pembaca akan mendapatkan inspirasi yang kuat, terutama bagaimana menjadi seorang manusia yang berani memutuskan untuk mengabdi bagi masyarakat, dan juga menjalankan tugas dengan integritas yang tinggi.
Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!