Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengamankan pria berinisal J selaku pengelola tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal di Kelurahan Limo, Depok, Jawa Barat (Jabar). TPA tersebut mencemari lingkungan hidup sekitar.

Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani menyebut tersangka J telah diamankan sebagai tindak lanjut penyegelan dalam inspeksi yang dilakukan Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq pada 4 November lalu.

"Sesuai dengan perintah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol, kami akan mendalami pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus TPA sampah ilegal di Kelurahan Limo, Kota Depok. Tindakan tegas kami lakukan tidak hanya terhadap tersangka J sebagai pelaku atau penanggung jawab TPA sampah ilegal ini, akan tetapi kami juga akan menindaklanjuti dari mana asal sampah-sampah yang dibuang dan ditimbun di lokasi tersebut," ujar Rasio dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 8 November, disitat Antara. 

Dia menjelaskan, setelah diamankan Tim Penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, tersangka J yang berdomisili di Kelurahan Limo, Depok telah ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat.

TPA sampah ilegal Limo yang dikelola tersangka J sendiri berada di lahan milik PT Megapolitan Developments seluas kurang lebih 3,75 hektare dan beroperasi sejak 2022.

Penegakan hukum itu diawali keluhan dan laporan masyarakat sekitar mengenai keberadaan TPA yang diduga mencemari lingkungan hidup dan sering kali melakukan pembakaran sampah secara terbuka atau open burning. Bahkan, kata Rasio Ridho Sani, sempat terjadi longsor.

Warga yang tinggal di sekitar lokasi TPA ilegal juga merasakan dampak negatif lain, seperti bau tak sedap dan asap pembakaran yang menyebabkan gangguan pernapasan, termasuk Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Menanggapi laporan tersebut Tim Gakkum KLH melakukan tindakan penegakan hukum tegas.

"Penindakan tegas yang dilakukan ini dengan menetapkan tersangka J harus menjadi pembelajaran bagi pelaku-pelaku lainnya," katanya.

Tersangka J diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar berdasarkan Pasal 98 Ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.