Bagikan:

JAKARTA - Mantan Ketua Komisi III, DPR RI, Dr. Pieter C. Zulkifli Simabuea, S.H., M.H. mengatakan salah satu tantangan pemberantasan korupsi adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan yang besar atau kerap disebut lembaga superbody. "Lembaga yang dibentuk pemerintah kita tidak boleh mengabaikan temuan-temuan para ahli seperti Lord Acton (Sejarawan Inggris abad 19). Tidak boleh ada lembaga yang superbody, tidak boleh ada lembaga yang sangat kuat, tidak boleh ada lembaga yang menjadi alat kekuasaan, tidak boleh itu terjadi lagi," ujar Pieter dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 6 November 2024.

Pengamat politik dan hukum yang pernah menjadi petinggi PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ini menjelaskan, lembaga negara yang diberi kewenangan besar akan cenderung dimanfaatkan para elitnya untuk melakukan tindak kejahatan seperti korupsi. “Kekuasaan itu memiliki kecenderungan korup. Kekuasaan yang mutlak itu apalagi. Dia akan lebih besar menyalahgunakan kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan menuntut orang lain melakukan hal yang baik, tapi (sayangnya) kekuasaan tersebut tidak menjalankannya. Itu banyak terjadi di negara kita,” ucap Pieter.

Oleh karenanya, Pieter mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengubah nomenklatur sejumlah lembaga negara yang memiliki kewenangan besar seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan. Ketiga lembaga tersebut kini di bawah naungan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) yang kini dipimpin oleh Jenderal (Purn) Budi Gunawan.

Perubahan nomenklatur tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih periode 2024-2029. “Menurut saya ini sesuatu yang luar biasa. Ini salah satu gebrakan pak Prabowo; bahwa beliau memberikan tugas yang cukup berat kepada Menko Polkam,” kata Pieter.

Dr. Pieter C. Zulkifli Simabuea, S.H., M.H, dan Eddy Wijaya. (Dok Eddy Wijaya)
Dr. Pieter C. Zulkifli Simabuea, S.H., M.H, dan Eddy Wijaya. (Dok Eddy Wijaya)

Kendati demikian, pria kelahiran Surabaya, 27 April 1967 itu menyatakan tantangan lain yang perlu diantisipasi Prabowo adalah pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. “Banyak sekali elit kita yang tersandera kasus-kasus korupsi. Tapi, siapapun orang yang dipilih di sebuah lembaga yang sangat kuat misalnya. Kembali bagaimana sistem itu berjalan. Semua (kembali pada) presiden,” ujar Pieter.

Prabowo Bikin Kemenkeu Sulit Diintervensi Kepada Eddy Wijaya, Pieter C. Zulkifli Simabuea juga memuji kebijakan Presiden Prabowo Subianto terhadap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tak lagi di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam Perpres Nomor 139 Tahun 2024, kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati itu kini di bawah langsung naungan presiden.

“Ini saya artikan pak Presiden Prabowo melakukan langkah-langkah prudent. Tujuannya agar tidak ada pihak-pihak yang mengintervensi atau menekan Kemenkeu, khususnya jika ada institusi atau lembaga memaksakan program-program yang sesungguhnya tidak nyata,” ujar Pieter.

Menurut Pieter, dampak positif lain Kemenkeu dibawahi langsung presiden yakni pengajuan anggaran dari lembaga negara lebih dapat dikontrol dan diawasi. “Setidak-tidaknya kebiasaan masa lalu dimana banyak pimpinan lembaga negara atau pemerintah mengajukan anggaran gelondongan, mungkin ke depan tidak akan terjadi lagi,” ucapnya.

Pieter meyakini pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan banyak melakukan pengubahan kebijakan, kendati tidak dengan tergesa-gesa agar tak menimbulkan persoalan. “Walaupun beliau (Prabowo) memiliki banyak pengalaman, tapi pasti mempertimbangkan berbagai hal agar tahun pertama pemerintahan tanpa hambatan,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”. (ADV)