Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Abdul Kadir Karding menyebutkan, kerjasama lintas kementerian, organisasi buruh nasional dan internasional, hingga perusahaan sangat dibutuhkan dalam mengatasi pelbagai soal mengenai Pekerja Migran Indonesia (PMI). 

"Kami menyadari kita harus bersama, termasuk dengan perusahaan-perusahaan juga. Kita harus bermitra dengan baik membangun hubungan yang produktif," kata Karding di Kantor BP2MI usai bertemu dengan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jakarta, Rabu, 6 Oktober. 

Salah satu yang disasar Karding adalah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) nakal yang ikut mengirimkan PMI. LPK, tegas Karding, tidak boleh mengirim PMI karena tugas fungsinya hanya untuk pelatihan. 

"Saya minta sama Mas Haryanto, selaku aktivis. Kalau ada data perusahaan, data LPK, data orang per orang yang nakal kasih ke saya, sampaikan ke saya supaya bisa langsung mengambil langkah yang tepat," tegas Karding.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno menyambut baik langkah Karding dalam membuka pintu kerjasama dengan berbagai instansi termasuk SBMI untuk menyusun kebijakan, mengurai, mencari solusi PMI selama ini. Persolan pertama yang perlu diurus oleh BP2MI yaitu tata kelola.

"Kami SBMI tunduk pada undang-undang. Bahwa mekanisme yang kita bangun, mekanisme tripatri, serikat buruh, pemerintah dengan perusahaan itu setara dalam memberikan sebuah masukan untuk kebijakan yang lebih baik. Persoalan pekerja migran ini sudah terjadi berpuluh-puluh tahun. Persoalan pertama adalah terkait dengan buruknya tata kelola," tegas Hariyanto.