Bagikan:

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 13.481 rekening yang diduga terkait judi online.

Hal ini disampaikan oleh Ketua PPATK Ivan Yustiavandana. Katanya, rekening itu tersebar di puluhan bank.

"PPATK telah menghentikan transaksi sebanyak 13.481 rekening di 28 bank," kata Ivan kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 5 November.

Dari pemblokiran rekening ini, Ivan menyebut jumlah transaksinya cukup besar. "Sampai triwulan ketiga lebih dari Rp280 triliun," tegasnya.

Lebih lanjut, Ivan juga menyinggung telah terjadi pergeseran pola transaksi pelaku judi online. Salah satunya dengan memanfaatkan penukaran valuta asing maupun aset kripto.

Tapi, dia tidak memerinci berapa yang menggunakan pola baru tersebut. "Adapun pola transaksi di beberapa kasus mengalami pergeseran dengan menggunakan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta atau KUPVA dan aset kripto," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebut ada tiga strategi untuk menangani judi online. Salah satunya dengan mengedukasi masyarakat.

Hal ini disampaikannya sai melaksanakan Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta pada hari ini, Senin, 4 November.

"Untuk judi online sendiri ada beberapa strategi komprehensif yang telah tadi diputuskan di dalam rapat," kata Budi kepada wartawan di lokasi.

Strategi pertama, sambung Budi adalah memastikan masyarakat tahu bahaya judi online melalui edukasi. "Ini tentu menciptakan kesadaran yang kolektif dan membangun resistensi komunitas terhadap godaan judi online," tegasnya.

"Kedua, mulai melakukan peringatan dini dengan menggunakan simpul-simpul aktor judi online seperti akses konektivitas judi online dan akses terhadap sistem pembayarannya tentu tujuannya untuk memutus mata rantai kegiatan video online tersebut," sambung Budi.

Strategi terakhir adalah memberikan efek jera bagi pelaku judi online. Cara ini bakal dilakukan melalui penindakan.

"Penting dicatat bahwa pendekatan, pencegahan ini artinya tidak berarti meniadakan penindakan," ungkap mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.