JAKARTA - Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan dana Rp100 juta per desa dalam program Desa Peduli HAM. Anggota Komisi XIII DPR, Yasonna Laoly menilai program tersebut tidak perlu.
Menurut eks MenkumHAM itu, lebih baik Menteri Pigai meningkatkan dan memperjelas program yang sudah ada seperti program Kabupaten Peduli HAM.
"Jangan dulu lah soal 100 juta per desa. Kita ada dulu program kabupaten peduli HAM. Itu aja ditingkatkan, indikatornya diperjelas," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober.
"Dan bagi yang betul-betul memenuhi indikator yang lebih ketat itu diberikan reward oleh Kementerian Keuangan. Sama kalau kita, kalau satu kabupaten kota melaksanakan program ini, dia dapat reward," sambungnya.
Yasonna mengatakan, program ini akan mendorong pemerintah daerah untuk bagaimana kabupaten peduli HAM melalui anggaran dan kebijakannya. "Misalnya di daerah itu, tidak ada Kekerasan-kekerasan anak-anak di bawah umur, bekerja dan lain-lain. Sesuai indikator yang barangkali nanti Pak Menteri buat indikatornya," kata Yasonna.
"Saya lebih mendorong justru, ketimbang mendirikan universitas ya sudah kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, kurikulum yang memberikan pemahaman tentang perlunya menghargai HAM mulai dari pendidikan SD, SMP dan sebagainya," tambahnya.
Kendati demikian, Yasonna yang duduk di komisi bidang hukum dan HAM itu mendukung terobosan-terobosan yang dilakukan Menteri HAM. Termasuk jika ada permintaan penambahan anggaran.
"Kita melihat semangatnya beliau lah, masih segar, baru. Saya mengapresiasi semangat tetapi kan seperti saya sampaikan realitasnya, masih banyak yang harus dikerjakan. Jangan nanti semangat yang tinggi tiba-tiba apa yang diharapkan dari dukungan anggaran itu tidak terjadi. Dan itu sangat sering terjadi, maka lebih penting adalah koordinasi dengan kementerian lembaga yang ada," katanya.
BACA JUGA:
Yasonna menilai, Kementerian HAM di bawah kepemimpinan Natalius Pigai harus juga menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu yang hingga kini belum menemui titik terang. Masalah ini, kata dia, menjadi pekerjaan rumah untuk Kementerian HAM yang sudah dipisah dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Ada PR yang lama, 13 pendekatan non-yudisial terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, saya kira itu bisa dikerjakan terus. Kita sudah kerjakan dulu, dan itu bisa dikerjakan terus melalui koordinasi dengan kementerian lain. Misalnya korban-korban HAM berat yang lalu, keluarganya ada yang harus dibantu, pendidikan. Koordinasi kan dengan kementerian pendidikan," kata Yasonna.
"Ada yang daerah mereka yang menjadi korban itu, ada yang harus dibantu pemberdayaan ekonominya, koordinasi kan dengan kementerian BUMN maupun kementerian perdagangan, dan lainnya," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai menyodorkan program Rp100 juta per desa untuk Program Desa Peduli HAM saat rapat kerja bersama Komisi XIII DPR. Program tersebut diklaim sebagai langkah membumikan hak asasi manusia.
Pigai mengklaim telah memonitor sebanyak 83 ribu kelompok yang tersebar di seluruh desa-desa di Indonesia. Masing-masing kelompok tersebut, akan diberikan dana senilai Rp100 juta.
"Dari 83 ribu kelompok di basis perdesaan. Andai kata Rp100 juta per desa, makan butuh Rp8,03 juta," ujar Pigai dalam rapat bersama Komisi XIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober.
Menurut Pigai, program ini bisa terlaksana dengan upaya terbentuknya masing-masing kantor wilayah HAM di seluruh Indonesia.