Menkum HAM Segera Bahas Usul Gubernur Bali Cabut VoA Rusia dan Ukraina
Menkum HAM Yasonna Laoly di Nusa Dua, Badung, Bali/FOTO: Dafi-VOI

Bagikan:

BADUNG - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly memastikan usul Gubernur Bali Wayan Koster agar mencabut Visa On Arrival (VoA) Rusia dan Ukraina akan dibahas dengan para pemangku kepentingan.

Yasonna mengatakan gubernur Bali sudah berkirim surat ke Kemenkum HAM.

"Gubernur sudah kirim surat dan itu harus kami putuskan bersama dengan kementrian lembaga," kata Yasonna, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, 31 Maret.

Untuk pembahasan pencabutan VoA Rusia dan Ukraina, Kemenkum HAM akan mengundang Kemenparekraf, Kemenhub, Kemenko Marves, Pemprov Bali, Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

"Itu yang kita undang nanti dan kita putuskan bersama-sama dan saat ini belum diputuskan. Saya juga bertemu dengan mereka (pemerintah Rusia dan Ukraina) dan mereka juga menanyakan hal itu," ujarnya.

"Ini harus dibahas bersama, mana bisa kita putuskan sendiri-sendiri, dari pariwisata seperti apa, dari pemda seperti apa, ini semua kita harus jaga dengan baik," lanjutnya.

Yasonna menyebut pembahasan harus dilakukan komprehensif. Tak bisa gegabah mengambil keputusan atas usulan Wayan Koster ini.

“Saya kira kita harus hati-hati," jelasnya.

Soal berulahnya sejumlah warga negara Rusia dan Ukraina di Pulau Bali, Yasonna mengatakan pihak berwenang sudah melakukan penindakan.

"Kita sudah minta kerja sama dengan keimigrasian, polda, pemerintah daerah, ada yang disebut Timpora. Kita harus sekalian mendidik mereka melakukan tindakan-tindakan keras bagi yang bersalah," ujarnya.

Gubernur Bali, I Wayan Koster sebelumnya mengusulkan ke Kemenkum HAM ntuk mencabut visa on arrival (VoA) bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang ingin berkunjung ke Bali.

"Saya sudah bersurat kepada Menkumham tembusan kepada Menlu untuk mencabut visa on arrival bagi warga Rusia dan Ukraina yang ingin ke Bali," kata Wayan Koster.

Kebijakan tersebut, kata Koster, penting mengingat maraknya laporan bahwa warga negara asing dari dua negara tersebut melakukan pelanggaran di Bali dengan memakai kedok untuk melakukan kunjungan wisata ke Bali. Selain itu, kondisi negara yang sedang berkonflik membuat warga dari dua negara ingin mencari kenyamanan di Bali.

"Karena dua negara lagi perang, mereka enggak nyaman di negaranya. Mereka pun ramai-ramai datang ke Bali, termasuk orang yang tidak berwisata juga kembali untuk mencari kenyamanan, termasuk juga untuk bekerja," kata dia.