Bagikan:

MATARAM - Anggota dewan berinisial AR dilaporkan Marga Indra ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait dengan dugaan kasus penipuan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes  Syarif Hidayat mengaku belum mendapatkan informasi dari anggotanya terkait dengan laporan tersebut.

"Saya belum dapat informasi soal laporan itu. Saya cek dahulu karena ini baru masuk, Jumat, Sabtu, dan Minggu kemarin libur, sekarang baru Senin (28/10)," kata Kombes Syarif dilansir ANTARA, Senin, 28 Oktober.

Aan Ramadhan sebagai kuasa hukum Marga Indra menyampaikan kliennya melaporkan kasus dugaan penipuan ini ke Polda NTB pada 23 Oktober 2024.

Dalam laporan, Marga Indra melaporkan AR yang kini sebagai anggota DPRD Provinsi NTB periode 2024—2029 terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana penipuan.

"Dugaan pidana penipuan yang kami laporkan ini berawal dari janji terlapor yang akan memberikan pekerjaan 32 paket proyek dari Pemprov NTB atas timbal balik pemberian uang dari klien kami sebanyak Rp1,29 miliar," ujarnya.

Janji terlapor atas pemberian uang tersebut berlangsung di akhir Januari 2021. Saat itu terlapor yang diketahui masih punya hubungan keluarga dengan pelapor tersebut masih berprofesi sebagai pengusaha.

"Karena yakin dengan terlapor yang masih ada hubungan keluarga ini akan memberikan pekerjaan 32 paket proyek, klien kami akhirnya memberikan Rp1,29 miliar secara tunai pada tanggal 27 Januari 2021. Bukti penyerahan ada dalam bentuk kuitansi," ucap dia.

Usai penyerahan, pada tahun 2022 terlapor memenuhi janjinya untuk memberikan pekerjaan paket proyek Pemprov NTB kepada Marga Indra. Namun, yang diberikan hanya 10 dari 32 pekerjaan paket proyek yang dijanjikan.

"Kalau 10 paket proyek dikalkulasikan dari fee yang diberikan, nominalnya hanya mencapai Rp380 juta. Jadi, masih ada sisa Rp910 juta dari fee yang diberikan klien kami," katanya.

Meskipun demikian, Marga Indra tetap mengerjakan 10 paket proyek itu. Pekerjaan dengan dana pribadinya.

Aan membuktikan itu dengan menunjukkan surat perintah membayar (SPM) sebesar Rp1,53 miliar.

"Pas mau klaim pencairan di Bank NTB, sesuai dengan SPM 10 paket proyek, ternyata yang hanya bisa dicairkan Rp830 juta karena terungkap terlapor sudah lebih dahulu menjaminkan 10 paket proyek ke Bank NTB dan melakukan pemotongan uang SPM," ujar dia.

Marga Indra yang mengetahui hal tersebut langsung menghubungi terlapor.

Namun, terlapor menutupi rasa kecewa terlapor dengan kembali menjanjikan akan memberikan sisa 22 paket proyek pada tahun anggaran 2023.

"Akan tetapi, waktu itu, September 2023, klien kami ini malah mengetahui 22 paket proyek yang dijanjikan terlapor ini sudah dikerjakan orang lain," kata Aan.

Pelapor kemudian menagih terlapor untuk mengembalikan sisa uang dari hasil pekerjaan 22 paket proyek yang belum kembali dan sisa pemberian uang pada tahun 2021 dengan nilai keseluruhan menjadi Rp1,6 miliar.

Dalam uraian laporan disebutkan AR juga meminjam uang Rp2 miliar kepada pelapor. Hal itu disampaikan Aan sesuai dengan akta perjanjian utang piutang pada bulan Mei 2024.

"Klien kami kasih dalam bentuk tunai sebesar Rp1,5 miliar dan barang senilai Rp500 juta," ujarnya.

Perjanjian itu dibuat di hadapan notaris dengan jaminan terlapor berupa sertifikat hak milik (SHM) dua bidang lahan di Sumbawa dengan luas 3.560 meter persegi dan 60 meter persegi.

"Dari perjanjian itu, belum semua dikembalikan, masih ada sisa Rp295 juta. Jaminan dua bidang lahan sesuai yang disebut dalam akta perjanjian, juga tidak pernah diberikan," ucap dia.

Pelapor merasa kecewa dengan terlapor karena hingga kini masih mengalami kerugian Rp2 miliar. Akhirnya, melaporkan AR ke Polda NTB.

"Perlu diketahui bahwa akibat perbuatan AR ini, klien kami sekarang jatuh miskin karena uang yang klien kami berikan kepada terlapor ini berasal dari hasil gadai rumahnya, usahanya hancur dibuat," kata Aan.