Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPR RI Arzeti Bilbina mengecam aksi pencabulan di Panti Asuhan Yayasan Darussalam An'Nur di Kunciran Indah, Kota Tangerang. Pentingnya pendampingan psikologis bagi para korban.

“Ini sebuah tindakan keji dan sangat mengkhawatirkan. Yayasan Panti Asuhan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak malah ada aksi yang tidak terpuji dari pemilik dan pengurusnya sendiri. Pelaku harus diberi hukuman seberat-beratnya,” ujar Arzeti Bilbina, Kamis 10 Oktober.

Kasus predator anak ini terbongkar bermula dari salah satu korban inisial R (16) yang melaporkan tindakan pencabulan tersebut ke polisi pada Juli 2024. Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan korban, polisi telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini.

Ketiga tersangka itu adalah Sudirman (49) selaku ketua yayasan, serta Yusuf Bahtiar (30) dan Yandi Supriyadi (28) selaku pengasuh. Sudirman dan Yusuf telah ditangkap, sedangkan Yandi masih diburu polisi dan kini masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang).

Arzeti yang pada periode DPR sebelumnya bertugas di Komisi IX DPR dengan bidang kerja di sektor kesehatan itu berharap polisi bersama stakeholder terkait memberi pendampingan psikologis secara intensif bagi korban agar kejadian tersebut tidak berdampak untuk masa depan mereka.

“Selain pemeriksaan kesehatan fisik, pendampingan psikologis bagi para korban yang intens harus menjadi prioritas. Ini demi kesehatan mental anak-anak yang mengalami kejadian keji yang sangat luar biasa itu,” tuturnya.

“Bimbingan psikologi sebagai bagian dari proses penyembuhan trauma korban. Anak-anak masih punya masa depan, jangan sampai mereka kehilangan harapan dan kepercayaan diri atau yang lebih parahnya menjadi predator juga,” imbuh Arzeti.

Dalam motif kasus predator seksual itu terungkap bahwa salah satu tersangka juga pernah menjadi korban predator sehingga mengalami penyimpangan seksual. Arzeti berharap Pemerintah memberi perhatian terkait persoalan ini.

“Pastikan semua SDM pada lembaga yang menangani anak diperiksa dari sisi psikologi. Maka sertifikasi resmi penting sekali, termasuk pelatihan intensif terkait dengan pengasuhan anak, perlindungan anak, serta kode etik profesional,” ucapnya.

“Sertifikasi ini harus menjadi syarat wajib sebelum seseorang diizinkan untuk bekerja di panti asuhan atau yayasan sosial,” lanjut Arzeti.

Diketahui sudah ada 8 korban pencabulan para predator anak di Panti Asuhan Kunciran. Adapun jumlah korban saat ini ada 8 orang yang semuanya laki-laki. Dari 8 korban itu, 5 orang berusia anak dan 3 lainnya dewasa.

Sejauh ini polisi mendapatkan data ada 18 anak yang diasuh di Panti Asuhan Kunciran, di mana 2 di antaranya masih Balita. Polisi masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari para tersangka.

Arzeti menekankan anak-anak harus merasa aman berada dalam pengasuhan di yayasan panti asuhan.

Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan Yayasan Darussalam An'Nur di Kunciran Pinang, Kota Tangerang, tidak terdaftar sebagai panti asuhan atau lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) di Kemensos.

Melihat hal tersebut, Arzeti berharap Pemerintah memperketat pengawasan operasional panti asuhan di seluruh Indonesia.

“Ke depan kami harap Pemerintah dapat memperkuat pengawasan kepada seluruh yayasan yang ada. Demi memastikan yayasan tersebut sah terdaftar dan aman dalam menjalankan operasionalnya,” pesan Legislator dari Dapil Jawa Timur I itu.

Arzeti mengingatkan pendirian lembaga sosial harus melalui proses verifikasi yang ketat, dan pengasuh anak harus memiliki sertifikasi yang diakui.

“Pengawasan berkala dan pembentukan badan pengawas khusus juga sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya tragedi ini,” kata Arzeti.

Dari sekian anak asuh di Panti Asuhan Kunciran ini tidak semuanya merupakan anak yatim piatu sebab ada beberapa anak yang ternyata masih memiliki orang tua, termasuk salah satu balita yang saat ini sudah dikembalikan kepada orang tuanya.

Sudirman sebagai ketua yayasan juga diketahui melakukan manipulasi data anak-anak asuh untuk menggalang dana dari donatur.

“Masalah ini harus diusut sampai tuntas karena bisa jadi tindakan pidana juga. Kita berharap semua pelaku dapat menjalani hukuman yang berat karena telah menyakiti dan merugikan anak-anak,” tutup Arzeti.