Bagikan:

JAKARTA – Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia memprediksi tren buruk berupa korupsi politik masih akan terjadi meski DPR periode 2024-2029 mayoritas berisi wajah-wajah baru.

Dia mengungkapkan, dari data yang diperoleh ICW, sedikitnya 354 individu dari total 580 anggota DPR periode 2024–2029 memiliki latar belakang atau terafiliasi dengan sektor bisnis. Dengan kata lain, sekitar 61 persen anggota DPR merupakan politisi pebisnis.

“Sekitar 61 persen anggota DPR merupakan politisi pebisnis. Temuannya ini dari hasil penelusuran cepat atau pendahuluan terhadap 580 anggota DPR terpilih sebagaimana tercantum dalam Keputusan KPU Nomor 1206 Tahun 2024,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Minggu 6 Oktober 2024.

Menurut Yassar, permasalahan tersebut tidak jauh dari permasalahan laten DPR, yakni “lingkaran setan” korupsi politik. Secara sistem, biaya yang perlu digelontorkan untuk berpartisipasi dalam kontestasi elektoral di Indonesia dibuat menjadi begitu mahal, baik untuk kebutuhan kampanye resmi maupun untuk mengeluarkan “biaya gelap” seperti politik uang.

“Karena itu, yang mampu turut serta dalam politik praktis maupun pemilu hanya individu-individu yang memiliki sumber daya material yang kuat atau setidaknya harus memiliki kedekatan dengan para pemodal-pemodal kaya,” ungkapnya.

Fenomena inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan relasi rent-seeking atau perburuan rente, di mana biaya politik yang mahal akan “dilunaskan” melalui kebijakan-kebijakan partisan atau bahkan tidak jarang melalui korupsi anggaran-anggaran publik.

Selain itu, transparansi pengelolaan dana partai politik yang minim serta tidak memadainya regulasi yang dapat menangkal masuknya kepentingan-kepentingan oligarki melalui sumbangan-sumbangan legal maupun ilegal kepada parpol menjadikan terjadinya pembajakan demokrasi di Indonesia.

Hal ini, kata Yassar, dapat dilihat dari bagaimana DPR selama ini menjalankan fungsi legislasi. Selama ini, DPR justru cenderung lebih kilat dan secara tidak partisipatif dalam membahas RUU yang jelas-jelas ditentang oleh publik dan mengabaikan sejumlah RUU yang bertahun-tahun mandek sekalipun telah didesak untuk segera disahkan.

“Dengan melihat temuan sementara ICW terkait latar belakang para anggota DPR terpilih, sayangnya tren buruk di atas tampaknya akan terus berlanjut. Konflik kepentingan antara kepentingan privat yang mengakumulasi keuntungan bisnis dan kepentingan publik yang mungkin tidak secara langsung menghadirkan uang menjadi sulit terhindarkan,” tutupnya.