Bagikan:

JAKARTA – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman menduga tidak lolosnya unsur profesional dalam sepuluh nama calon pimpinan dan dewan pengawas KPK berkaitan dengan kepentingan politik Presiden Jokowi Widodo (Jokowi).

Pasalnya, komposisi capim dan cadewas KPK diisi oleh orang unsur-unsur pemerintah baik masih menjabat maupun yang sudah pensiun dengan latar belakang sebagai polisi, jaksa, hakim, hingga auditor maupun BUMN.

“Kenapa saya kecewa? Karena saya melihat hasil seleksi ini sangat mencerminkan interes politik Presiden Jokowi. Padahal idealnya, KPK itu oleh unsur profesional dan unsur masyarakat sipil. Agar apa? Untuk dapat menjamin independensi KPK,” ujar Zaenur, Minggu 6 Oktober 2024.

Dia curiga adanya cawe-cawe alias kepentingan politik Presiden Jokowi dalam seleksi capim dan cadewas KPK untuk meredam perkara yang terkait keluarganya di KPK.

Contohnya, kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep maupun kasus Blok Medan yang menyeret Bobby Nasution dan istrinya, Kahiyang.

“Patut diduga bila Presiden Jokowi punya kepentingan sangat besar terhadap KPK mendatang. Apalagi keluarganya juga sedang dalam sorotan,” tambah Zaenur.

Seperti diketahui, Pansel Capim KPK telah mengumumkan 10 nama yang lolos tahapan wawancara dan tes jasmani. Ketua Pansel, Muhammad Yusuf Ateh menyebut nama-nama tersebut telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo dan akan diserahkan ke DPR untuk mengikuti proses uji kepatutan dan kelayakan.

Kesepuluh nama capim KPK yang lolos seleksi adalah Agus Joko Pramono (Mantan Wakil Ketua BPK), Ahmad Alamsyah Saragih (Mantan anggota Ombudsman RI), Djoko Poerwanto (Kapolda Kalimantan Tengah/Polri), Fitroh Rohcahyanto (mantan Direktur Penuntutan KPK/Kejagung), Ibnu Basuki Widodo (Hakim Tinggi Pemilah Perkara Pidana Khusus MA), Ida Budhiati (Mantan anggota DKPP), Johanis Tanak (Wakil Ketua KPK), Michael Rolandi Cesnanta Brata (Kepala BPKD DKI Jakarta), Poengky Indarti (Komisioner Kompolnas) dan Komjen Setyo Budiyanto (Irjen Kementan/Polri).