Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto meminta perbaikan dan pembaharuan data penerima bantuan jika Pemerintahanan Prabowo Subianto ingin mengalihkan subsidi BBM yang ada sekarang menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Menurutnya, pembaruan data itu penting dilakukan agar lebih akurat dan transparan. Sebab, selama ini banyak laporan yang menyatakan BLT tidak tepat sasaran.

"Penerimanya itu-itu saja, bahkan orang yang relatif berada, sementara masyarakat yang lebih pantas malah tidak mendapatkan BLT," ujar Mulyanto kepada wartawan Minggu, 29 September.

Selain pembaruan data, Mulyanto menilai, sistem pendistribusiannya juga harus diperbaiki. Yaitu, dengan langsung diberikan ke masyarakat tanpa perantara pihak manapun seperti yang selama ini terjadi.

Mulyanto meyakini, cara tersebut dapat memperkecil risiko potongan oleh pihak yang coba cari keuntungan dari pembagian BLT ini.

"Hal ini bisa juga meminimalisasi penyalagunaan BLT menjadi alat kampanye politik pihak tertentu. BLT ini hak masyarakat, bukan hadiah penguasa. Jadi jangan dilabeli dengan materi-materi kampanye atau pencitraan siapapun," jelas Mulyanto.

Pemerintah, lanjutnya, juga harus memperbaiki sistem pengawasan untuk meminimalisasi penyimpangan penyaluran BLT. Karena itu, menurut Mulyanto, pemerintah harus menyiapkan aparat penegak hukum dan aturan yang tegas untuk menindak pihak-pihak yang coba berbuat curang.

"Hal lain yang perlu dilakukan juga Pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran. Pengurangan atau pengalihan subsidi BBM sebaiknya harus diikuti dengan efisiensi anggaran," ucapnya.

Jangan sampai subsidi untuk rakyat dikurangi tapi subsidi untuk pengusaha dan kelompok bisnis tertentu tetap jalan. Contohnya pemberian dana PSN ke proyek komersial swasta seperti PIK 2 dan BSD. Kebijakan ini tentu tidak adil," papar Mulyanto.

Mulyanto mengingatkan, pemerintah yang akan dipimpin Prabowo Subianto juga harus berani mengevaluasi proyek ambisius yang menelan anggaran sangat banyak seperti IKN. Apabila dianggap memberatkan APBN, kata dia, sebaiknya dihentikan.

Terlebih, tambahnya, Presiden Joko Widodo secara tidak langsung menyatakan sudah nyerah karena baru menyadari bahwa memindahkan ibu kota negara dan ASN tidak mudah.

"Syarat ini perlu dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan masyarakat miskin tidak makin berat beban hidupnya," pungkas Mulyanto.