Bagikan:

YOGYAKARTA – Euthanasia atau tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan penderitaannya di Indonesia masih jadi perdebatan. Praktik ini belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa euthanasia adalah tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Apa itu euthanasia bisa dipahami sebagai pengakhiran hidup dengan sengaja demi meringankan penderitaan yang dialami seseorang. Penderitaan yang dimaksud merujuk pada suatu kondisi kesehatan yang tak bisa disembuhkan oleh medis.

Aturan Euthanasia di Indonesia

Meski beberapa masyarakat di Indonesia mengenal prosedur euthanasia, namun praktik tersebut masih ilegal dan termasuk perbuatan melanggar hukum.

Dilansir dari Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni yang diterbitkan pada Oktober 2022, belum ada aturan yang mengatur permintaan euthanasia di Indonesia. Meski begitu jika praktik tersebut dilakukan, perbuatan tersebut akan disamakan dengan melakukan pembunuhan.

Tindakan euthanasia sendiri bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni di KUHP Pasal 338 dengan bunyi sebagai berikut.

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”.

Selain itu di Pasal 340 KUHP juga dikatakan bahwa barang siapa sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.

Hukuman pidana atas tindakan eutanasia didasarkan pada pasal 345 KUHP. Jeratan bisa dikenakan pada dokter atau keluarga yang memberikan izin dilakukannya tindakan eutanasia. Adapun bunyi pasal 345 KUHP adalah barang siapa dengan sengaja menyarankan orang lain untuk bunuh diri atau memberikan sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

Kasus Euthanasia di Indonesia

Di Indonesia prosedur euthanasia pernah diajukan oleh seorang nelayan asal Kota Lhoksumawe, Aceh. Pada 6 Januari 2022, Nazaruddin Razali (59) mengajukan permohonan ke pengadilan untuk melakukan suntik mati. Permohonan tersebut bahkan menjadi sorotan dan diberitakan di berbagai media nasional.

Atas permintaan tersebut, PN Lhokseumawe menggelar beberapa proses persidangan yang berujung pada penolakan atas permohonan pemohon. Dalam pembacaan putusan yang dibacakan oleh hakim tunggal PN Lhokseumawe Budi Sunanda, dikatakan bahwa penolakan dilakukan lantaran Indonesia tak punya rujukan hukum terkait suntik mati.

"Dengan ini menolak permohonan pemohon disebabkan Indonesia tidak memiliki rujukan hukum tentang eutanasia (suntik mati)," sebut hakim, Kamis (27/1/2022).

Hakim juga menyatakan bahwa suntik mati yang dimohonkan adalah perbuatan yang melanggar HAM karena jadi bagian perbuatan menghilangkan nyawa seseorang. Hakim menjelaskan tindak pidana atas praktik tersebut maksimal 12 tahun penjara.

Selain itu hakim juga mempertimbangkan masukan ulama yang mengatakan bahwa praktik suntik mati bertentangan dengan syariat Islam.

Itulah informasi terkait euthanasia di Indonesia. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.