JAKARTA – Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menilai bahwa dualisme kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) usai Arsjad Rasjid dikudeta Anindya Bakrie merupakan bagian dari konsolidasi kekuasaan yang dilakukan Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Menurutnya, sulit menepis anggapan jika kisruh yang terjadi di Kadin tidak sarat dengan kepentingan politik. “Arsjad mungkin dilengserkan karena kemarin menjadi Ketua TPN Ganjar-Mahfud. Di sisi lain, Anin dekat dengan Prabowo. Jadi, saya lihat kalau Kadin masih dikuasai Arsjad dianggap bisa merugikan pemerintah nantinya,” ujar Ikrar, Minggu 22 September 2024.
BACA JUGA:
Selain itu, dia juga menduga kudeta Arsjad oleh Anindya bagian dari skema tukar guling politik antara Jokowi dan elite Partai Golkar, dalam hal ini Aburizal Bakrie (Ical). Sebab, bisa saja Ical memberikan dukungan kepada Jokowi atau Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Dewan Pembina di Partai Golkar usai Anin menjadi Ketua Kadin.
Ikrar meyakini jika Jokowi ikut mengorkestrasi terpilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketum Golkar yang baru. Meski hingga saat ini belum menempati posisi penting di Golkar, Jokowi sempat digadang-gadang akan menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar.
Bukan tidak mungkin, kata dia, Jokowi tengah berupaya mengupayakan agar Gibran menjabat posisi strategis di Golkar, mengingat mantan Wali Kota Surakarta itu tidak berpartai setelah dipecat dari PDI Perjuangan.
Dia menegaskan, Kadin belum tentu menjadi organisasi terakhir yang akan “diobok-obok” oleh penguasa. Organisasi lain yang dianggap berseberangan dengan penguasa disebut bisa mengalami nasib serupa. “Ada keinginan dari Jokowi untuk mengusung Gibran sebagai presiden di 2029 nanti. Sekarang tergantung apakah Aburizal Bakrie mampu mengangkat Jokowi jadi ketua atau pembina Partai Golkar,” tutup Ikrar.