Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken memperingatkan risiko eskalasi di Timur Tengah setelah ledakan ribuan pager Hizbullah Lebanon.

Berita tentang ledakan tersebut tersiar ketika diplomat tinggi AS melakukan perjalanan ke Kairo untuk bertemu dengan para pejabat senior Mesir dengan harapan dapat memajukan upaya untuk menjamin gencatan senjata di Gaza dan meningkatkan hubungan dengan Mesir.

Kelompok militan Hizbullah berjanji akan melakukan pembalasan terhadap Israel, menuduh Israel meledakkan pager di seluruh Lebanon pada hari Selasa yang menewaskan 12 orang, termasuk dua anak-anak, dan melukai hampir 3.000 orang.

Israel menolak menjawab pertanyaan mengenai ledakan tersebut.

Ketika ditanya mengenai ledakan tersebut, Blinken mengatakan AS masih mengumpulkan fakta namun tidak ada kepentingan jika konflik meluas.

“Sangat penting bagi semua pihak untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat meningkatkan konflik,” kata Blinken dilansir Reuters, Rabu, 18 September.

Dia tidak mengatakan siapa yang diyakini AS berada di balik ledakan tersebut.

Blinken mengatakan dirinya fokus untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata yang akan membawa ketenangan, termasuk di perbatasan utara Israel dengan Lebanon, dan 15 dari 18 paragraf kesepakatan telah disetujui oleh semua pihak.

Membuat kemajuan memerlukan penantian panjang untuk menyampaikan pesan antara pihak-pihak yang menyisakan waktu untuk terjadinya insiden yang mengganggu pembicaraan, kata Blinken.

“Kami telah melihat bahwa dalam jangka waktu ini, Anda mungkin akan mengalami sebuah peristiwa, sebuah insiden – sesuatu yang membuat proses tersebut menjadi lebih sulit, yang mengancam untuk memperlambat, menghentikannya, menggagalkannya – dan hal-hal seperti itu, menurut definisi, adalah hal yang tidak dapat diterima. mungkin tidak bagus dalam mencapai hasil yang kita inginkan, yaitu gencatan senjata,” kata Blinken.

Dia mencontohkan eksekusi enam sandera Israel oleh Hamas bulan lalu. Blinek tidak menyebutkan nama Israel, yang diyakini telah menargetkan anggota kelompok-kelompok yang menentang Israel di Lebanon, Suriah dan Iran yang telah menghambat perundingan.